REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Fraksi-fraksi di Komisi XI DPR menginginkan penanggung jawab terakhir dalam menentukan kondisi krisis keuangan adalah Presiden, bukan Komite Stabilitas Sistem Keuangan, kata Ketua Komisi XI Fadel Muhammad menanggapi inti perdebatan substansi dalam RUU JPSK.
"Itu pertimbangan kami di DPR. Jika bisa, pernyataan terakhir penentu krisis itu adalah Presiden. Sebelumnya kan Menteri Keuangan, mana berani," kata Fadel di sela rapat kerja dengan pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, Senin.
Dalam rapat tersebut, Komisi XI menyerahkan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) RUU JPSK yang berjumlah 315 masalah pada substansi. Menurut Fadel, mayoritas substansi yang terdapat DIM adalah ikhwal penanggung jawab terakhir kondisi krisis tersebut.
Fadel mengatakan penentuan krisis dalam sistem keuangan harus diambil alih oleh Presiden, mengingat jumlah aset yang begitu besar dan dampaknya yang sangat signifikan bagi perekonomian nasional.
Menurutnya, terlalu berisiko jika penanggung jawab terakhir penentuan kondisi krisis diemban oleh KSSK yang terdiri dari empat otoritas yaitu Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan.
"Apalagi sekarang tidak ada hak imun bagi keempat lembaga itu, hanya ada pendampingan hukum," kata dia.
Pertimbangan dari Komisi XI itu akan dibahas dalam tingkat panitia kerja RUU JPSK yang dimulai Senin malam ini.
Di samping soal penanggung jawab terakhir, lanjut Fadel, pertimbangan lain dari Komisi adalah tidak adanya lagi ketentuan untuk pemberian dana talangan dari APBN atau "bail out".
Dia meminta jika terdapat kondisi keuangan "tidak normal" dan berdampak terhadap kondisi likuiditas bank, KSSK cukup mengoptimalkan dana talangan dari Bank Indonesia atau Lembaga Penjamin Simpanan.
"Pokoknya kita ingin meminimalisir penggunaan uang dari APBN, dari LPS atau BI saja," kata dia.
Sementara, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan usulan dari Komisi XI itu. Namun, kata Bambang, yang menjadi fokus masalah utama dalam pertimbangan Komisi XI ini adalah pengguanaan uang negara dalam "menambal" dampak krisis yang terjadi terhadap industri keuangan.
"Ya nanti kita lihat, kalau cuku pakai dana BI atau LPS ya tidak perlu tanggung jawab Presiden. Masalahnya di penggunaan uang negara ini saja," kata dia.
Bambang optimistis pembahasan RUU JPSK dalam Panja dapat selesai sebelum masa sidang Desember 2015 berakhir. Sehingga, dengan proses yang masih berjalan, dia meyakini UU JPSK dapat disahkan pada 2015 ini.