REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Pencabutan subsidi listrik golongan 1.300 VA dan 2.200 VA dianggap akan membebani para pelaku usaha kecil menengah (UKM).
Direktur UKM Center Sumatera Utara Deni Faisal Mirza mengatakan, pencabutan subsidi tersebut akan menambah biaya produksi para pelaku usaha mikro kecil dan menengah yang menggunakan listrik sebagai salah satu unsur produksinya.
"Cost produksi akan semakin meningkat tapi di sisi lain income, omset yang ia dapat belum tentu signifikan naik bahkan akan terjadi kemunduran. Ini akan berdampak langsung pada pelaku usaha kecil menengah," kata Deni kepada Republika, Senin (30/11).
UKM Center Sumut menilai, pencabutan subsidi belum tepat dilakukan saat ini. Apalagi, kata Deni, pada akhir tahun ini, gerbang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan dibuka.
Pelaku usaha kecil menengah akan menghadapi persaingan yang semakin deras dengan masuknya produk-produk dari luar negeri. Tentunya, para pelaku usaha harus menyiapkan diri dengan meningkatkan daya saing.
"Jadi belum saatnya pencabutan subsidi dilakukan karena pelaku bisnis kecil menengah sedang siap-siap menghadapi tantangan MEA di mana akan digempur oleh produk luar yang akan masuk ke Indonesia," ujarnya.
Oleh karena itu, Deni mengatakan, jika subsidi tetap akan dicabut, maka pemerintah harus mengeluarkan regulasi melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang diarahkan pada pelaku UMKM.
"Income PLN kan naik, nah PLN harus konsisten memberi laba CSR-nya, dikembalikan pada pelaku usaha mikro kecil dengan memberi pinjaman lunak pada pelaku UMKM," kata Deni.