Senin 30 Nov 2015 21:12 WIB

Ditemukan Bahan Berbahaya di Pemerah Bibir dan Pemutih Kulit

Badan POM
Badan POM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan pengawas obat dan makanan (BPOM) menemukan 30 kosmetika mengandung bahan berbahaya. Bahan berbahaya yang teridentifikasi terkandung dalam kosmetika tersebut, yaitu bahan pewarna Merah K3 dan Merah K10 (Rhodamin B), Asam Retinoat, Merkuri dan Hidrokinon.

Dari 30 jenis kosmetika mengandung bahan berbahaya yang terdiri dari 13 jenis kosmetika produksi luar negeri dan 17 jenis kosmetika produksi dalam negeri.Temuan ini, berdasarkan hasil pengawasan rutin Badan POM di seluruh Indonesia terhadap kosmetika yang beredar dari Oktober 2014 sampai September 2015.

Dari 30 jenis kosmetika mengandung bahan berbahaya yang terdiri dari 13 jenis kosmetika produksi luar negeri dan 17 jenis kosmetika produksi dalam negeri.

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan kepala Badan POM No. HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika, bahan-bahan tersebut termasuk dalam daftar bahan berbahaya yang dilarang untuk digunakan dalam pembuatan kosmetika.

 

Penggunaan Pewarna Merah K3, Merah K10, Asam Retinoat, Merkuri dan Hidrokinon dalam kosmetika dapat menimbulkan berbagai risiko kesehatan. Sebagai contoh, pewarna Merah K3 dan Merah K10 yang sering disalahgunakan pada sediaan tata rias (eye shadow, lipstik, perona pipi) memiliki sifat karsinogenik dan dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan kanker hati.

Sementara hidrokinon yang banyak disalahgunakan sebagai bahan pemutih/pencerah kulit, selain dapat menyebabkan iritasi kulit, juga dapat menimbulkan ochronosis (kulit berwarna kehitaman). Efek tersebut mulai terlihat setelah penggunaan selama 6 bulan dan kemungkinan bersifat irreversible (tidak dapat dipulihkan).

Karena itu, Badan POM meminta masyarakat untuk tidak menggunakan kosmetika mengandung bahan berbahaya sebagaimana tercantum dalam lampiran peringatan publik/public warning ini termasuk peringatan publik/public warning yang sudah diumumkan sebelumnya.

 

Terhadap seluruh temuan kosmetika mengandung bahan berbahaya ini telah dilakukan pembatalan izin edar, perintah penarikan dan pengamanan produk dari peredaran dengan nilai Rp 8,8 miliar. Jika dilihat dari  jumlah produk yang disampling selama 5 tahun terakhir, jumlah temuan kosmetika yang mengandung bahan berbahaya/dilarang cenderung naik dari 0,65 persen  menjadi 0,74 persen.

 

Di samping pengawasan rutin, sepanjang tahun 2015 Badan POM juga telah melakukan pengawasan bertarget khusus, antara lain Operasi Storm VI dengan target kejahatan farmasi yang nilai keekonomian barang sitaannya Rp 20,8 miliar;  Operasi Pangea VIII dengan sasaran sediaan farmasi ilegal yang diedarkan secara online ( Rp 27,6 miliar rupiah); Operasi Terpadu dengan sasaran tindak pidana obat dan makanan yang tingkat frekuensi pelanggarannya tinggi ( Rp 20 miliar), sehingga total barang sitaan senilai Rp 68,4 miliar.

 

Selama tahun 2015, Badan POM telah menindaklanjuti 36 kasus pelanggaran di bidang kosmetika secara pro-justitia. Sedangkan untuk kurun waktu lima tahun terakhir terdapat sebanyak 326  kasus dengan sanksi putusan pengadilan paling tinggi penjara 2 tahun 7 bulan dan denda sebesar  Rp 50 juta rupiah.

 

Sebagai upaya pengawasan dan penanganan kasus peredaran  kosmetika mengandung bahan berbahaya, Badan POM berkomitmen untuk terus melakukan koordinasi lintas sektor, antara lain dengan Pemda Kabupaten/Kota (Dinas Kesehatan/Dinas Perindustrian/Dinas Perdagangan), Kepolisian, serta Asosiasi. Selain itu, Badan POM menghimbau kepada para pelaku usaha agar tidak melakukan produksi dan/atau mengedarkan kosmetika mengandung bahan berbahaya.

Masyarakat juga diminta ikut berperan aktif dengan cara melaporkan kepada Badan POM apabila mencurigai adanya praktik produksi dan peredaran kosmetika secara ilegal melalui Contact CenterHALOBPOM 1500533 (pulsa lokal), SMS 081219999533, email [email protected], atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia atau kepada Pemda setempat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement