REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH Muhammad Zainul Majdi mengungkapkan hambatan koperasi untuk berkembang selama ini adalah akses modal dan maraknya perusahaan waralaba di kabupaten/kota. Kondisi tersebut mengancam keberadaan koperasi dan bisa mematikan.
“Permasalahan yang menghambat perkembangan koperasi itu akses modal dan maraknya perusahaan waralaba yang bermunculan di kabupaten/kota yang bisa mematikan koperasi,” ujarnya usai menerima kunjungan Komite IV DPD RI di ruang kerja Gubernur, Senin (30/11).
Menurutnya, diperlukan intervensi dari pemerintah pusat dalam bentuk regulasi yang bisa melindungi koperasi dan UKM. Dengan itu, diharapkan, koperasi yang ada tidak akan mati akibat kalah bersaing dengan perusahaan waralaba.
Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Provinsi NTB mengibaratkan jumlah koperasi yang tidak aktif sebanyak 1200 lebih menyebar di 10 Kabupaten/Kota seperti “mati segan, hidup tak mau”. Meski begitu, upaya mengaktifkan kembali koperasi terus dilakukan sepanjang tahun.
"Dari total koperasi sebanyak 3666, ada 1200 tidak aktif tapi kita coba aktifkan kembali dan sebelumnya sudah diberikan teguran. Ada koperasi serba usaha dan simpan pinjam. Iya, (mati segan, hidup tak mau),” ujar kepala Dinas Koperasi, Supran kepada Republika.co.id di Kota Mataram.
Alasannya banyak koperasi tidak aktif, ia menuturkan, mereka tidak pernah melaksanakan kewajiban untuk rapat anggota koperasi minimal 2 tahun. Selain juga, tidak terdapat aktivitas dan serta tidak memiliki alamat jelas. “Itu indikator yang disebut koperasi tidak aktif,” ungkapnya.
Dirinya mewanti-wanti kepada seluruh penyuluh koperasi di lapangan agar mengawasi keberadaan koperasi yang tidak aktif dan tidak boleh menerima kucuran anggaran dana. Kecuali sudah mengaktifkan kembali aktivitas koperasi yang bersangkutan.
Gerak langkah koperasi yang relatif tidak terlihat, Supran lantas menghimbau kepada masyarakat agar keterlibatan anggota koperasi jangan hanya didominasi oleh masyarakat yang tidak mampu. Akan tetapi, perlu masyarakat yang memiliki kemampuan lebih dari segi keuangan sehingga koperasi bisa berjalan berkesinambungan.
“Kalau hanya orang tidak mampu yang kita dorong untuk berkoperasi sulit berkembang, karena walaupun kumpulan orang-orang kalau uang gak ngumpul-ngumpul gak ada artinya,” ungkapnya.