Senin 30 Nov 2015 18:14 WIB
Polemik Capim KPK

Pengunduran Penetapan Pimpinan Jadi Celah Musuh KPK

Rep: C25/ Red: Ilham
Ketua Komite Etik KPK Abdullah Hehamahua.
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Ketua Komite Etik KPK Abdullah Hehamahua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tindakan DPR yang menunda penetapan lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai akan menjadi celah kesempatan musuh-musuh KPK. Sebab, penundaan akan membuat putusan KPK dipertanyakan.

Mantan Penasehat KPK, Abdullah Hehamahua, menegaskan DPR tidak memiliki alasan yang logis untuk menunda penetapan pimpinan KPK. Terlebih, apabila DPR menggunakan alasan plt KPK tidak memiliki batas waktu untuk bekerja.

Abdullah menerangkan, dengan alasan apapun, penundaan penetapan pimpinan KPK hanya akan menyenangkan pihak-pihak yang sebenarnya merupakan musuh dari KPK. Dengan penundaan, ia merasa pihak-pihak berlawanan akan memanfaatkan kondisi KPK yang tanpa pimpinan. Mereka akan mempertanyakan dan menagnkis putusan-putusan yang dikeluarkan KPK.

"Posisi KPK yang tidak memiliki pimpinan, kemungkinan akan dimanfaatkan musuh-musuh KPK mempertanyakan putusan KPK," kata Abdullah kepada Republika.co.id, Senin (30/11).

Kondisi tanpa pimpinan sendiri pernah dialami KPK, yaitu saat Bibit Slamet Riyanto dan Chandra Hamzah mengeluarkan putusan-putusan, dan memang dipermasalahkan oleh pihak tertentu. Namun, kala itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, yang melahirkan Pelaksana Tugas Ketua KPK. (Baca: Penentuan Nasib Capim KPK tak akan Divoting).

Sesuai peraturan yang ada, pimpinan baru KPK harus sudah terpilih pada 16 Desember 2015, yang artinya DPR memiliki kewajiban memilih lima dari 10 nama yang diajukan Panitia Seleksi. Secara tidak langsung, tugas dan jabatan Taufiequrachman Ruki dan Zulkarnaen akan berakhir pada 15 Desember 2015, dan akan menyisakan tiga orang pimpinan KPK lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement