Senin 30 Nov 2015 10:36 WIB

Fadli Zon: Pelaporan Sudirman Said Wujud Pelemahan Legislatif

Wakil Ketua DPR Fadli Zon memasuki kendaraannya usai melakukan pertemuan di gedung KPK, Jakarta, Senin (12/10).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Wakil Ketua DPR Fadli Zon memasuki kendaraannya usai melakukan pertemuan di gedung KPK, Jakarta, Senin (12/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR, Fadli Zon menilai laporan yang dilakukan Menteri ESDM Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan DPR terkait Ketua DPR Setya Novanto dan PT Freeport Indonesia merupakan wujud pelemahan lembaga legislatif.

"Saya kira (laporan Sudirman Said) ini mekanisme yang tidak betul, campur tangan eksekutif ke internal legislatif. MKD adalah untuk legislatif, bisa saja ini pelemahan untuk legislatif kita," katanya di gedung parlemen, Jakarta, Senin (30/11).

(Baca: Menteri ESDM Diminta Jujur Sampaikan Seluruh Isi Rekaman Soal Freeport)

Fadli mengatakan dari sisi legal standing pelaporan Sudirman Said ke MKD jelas-jelas bisa diperdebatkan. Karena dalam ketentuan perundang-undangan yang bisa melaporkan ke MKD adalah anggota, pimpinan dewan dan masyarakat.

"Ini kan (surat laporan Sudirman Said) membawa kop pemerintah," ujarnya.

Politikus Gerindra itu juga menganggap laporan Sudirman Said ke MKD tidak sesuai ketentuan, sebab surat laporan Sudirman Said ke MKD adalah surat pelaporan yang tidak sah.

"Itu 'barang haram' yang dibawa Sudirman Said, masa barang haram diterima dengan karpet merah. Ini sudah melanggar. Kalau ini jadi preseden bisa saja nanti setiap sekjen, dirjen di setiap kementerian melapor ke MKD karena tidak suka dengan anggota Dewan," jelasnya.

Menurutnya, diperlukan ranah hukum untuk melihat kasus Novanto dengan PT Freeport secara mendalam.

(Baca juga: Sudirman: Rekaman Setnov-Freeport Bukan Hasil Editan)

Seperti diketahui, Ketua DPR Setya Novanto dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said ke MKD atas dugaan melanggar kode etik dengan terlibat dalam proses perundingan kembali perpanjangan kontrak dengan PT Freeport.

Setya Novanto dituding melakukan pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla serta disebut-sebut meminta saham dalam proses itu.

(Berita lainnya: 'Presiden Belum Perlu Hadiri Sidang MKD untuk Kasus Setnov')

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement