REPUBLIKA.CO.ID, BELITUNG -- Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3) Muji Handoyo mengatakan pengusaha yang melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 akan dikenakan sanksi.
Sanksi tersebut bersifat administratif berupa teguran lisan, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruhnya alat produksi dan pembekuan kegiatan usaha.
Menteri-menteri terkait, gubernur, bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk dapat mengenakan sanksi administratif sesuai kewenangannya.
"Pengenaan sanksi diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan dan tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar hak pekerja atau buruh," kata Muji dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Sabtu (28/11).
Pengawas ketenagakerjaan yang merupakan fungsi negara harus mampu memberikan jaminan pemenuhan hak pekerja atau buruh dan kontribusi posiif terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan iklim investasi yang kondusif.
Pengawas ketenagakerjaan juga harus berinovasi mengembangkan sistem pengawasan ketenagakerjaan dengan melibatkan masyarakat. "Mereka juga harus mampu memanfaatkan kemajuan bidang Informasi Teknologi (IT) guna mendukung kinerja pengawas ketenagakerjaan," katanya.
Muji mengatakan pegawai pengawas ketenagakerjaan ditunjuk Menteri Ketenagakerjaan dan dilaksanakan unit kerja tersendiri pada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang tenaga kerja pada pemerintahan pusat dan pemerintah daerah.
Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh para pegawas ketenagakerjaan yang memiliki kompetensi dan independen. "Pengawas ketenagakerjaan harus berada di bawah supervisi dan kontrol pemerintah pusat," ujarnya.
Tantangan pengawasan ketenagakerjaan di antaranya adalah menghadapi perubahan penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, perubahan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan (jaminan sosial, pengupahan dan K3), penciptaan iklim investasi yang kondusif dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.