REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang meminta serikat pekerja yang menaungi buruh untuk mengedepankan dialog atau jalur hukum demi mencapai keinginannya. Sebab ia meyakini aksi mogok kerja hanya akan merugikan semua pihak.
Sarman menjelaskan paradigma berpikir para pengurus Serikat pekerja sudah harus berubah. Ia meyakini untuk menyikapi sebuah kebijakan yang dianggap tidak menguntungkan buruh seharusnya tidak dengan mogok atau demo.
"Kedepankan dialog atau jalur hukum. Itu akan lebih elegan dan tidak merugikan pelaku usaha," katanya dalam keterangan pers yang diterima Republika, Jumat (27/11).
(Baca Juga: Berapa Kerugian Akibat Mogok Buruh?)
Menurutnya, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tinggal menghitung hari. Oleh karenanya, para pengurus serikat pekerja harus berpikir bagaimana meningkatkan kompetensi, produktivitas dan daya saing buruh. Tujuannya, supaya para buruh mampu berkompetisi dengan tenaga kerja dari sembilan negara Asean lainnya yang akan masuk ke Indonesia.
"Kita sangat khawatir kalau serikat pekerja kita masih dengan cara demo untuk memperjuangkan aspirasinya, maka akan kalah bersaing dengan pekerja dari negara tetangga. Pekerja kita akan menjadi penonton di negeri sendiri," jelasnya.
Dia mengkhawatirkan para buruh dari Filipina, Thailand, Kamboja atau Myanmar akan masuk ke Indonesia dengan kompetensi yang sudah lebih baik. Sarman merasa hal ini harus diantisipasi supaya buruh Indonesia tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Sarman mengimbau para buruh supaya memahami lebih lanjut PP No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Menurutnya, ada kepastian bagi dunia usaha dan kepastian kenaikan UMP setiap tahun bagi pekerja dalam PP itu.
"Apalagi UMP ini adalah jaring pengaman sosial sebagai standar orang yang baru pertama kali kerja, nol pengalaman dan masih bujangan. Seharusnya yang demo itu yang masih pengangguran alias belum bekerja karena UMP ini berlaku untuk mereka, bukan yang sudah bekerja," ujarnya.