REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Himpunan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas mendorong agar pengelolaan lahan gambut tetap berlanjut dengan tata kelola air yang baik. Lahan gambut bahkan dinyatakan tidak haram untuk perkebunan sawit.
"Sejak digulirkannya instruksi presiden soal moratorium gambut pada 2011, perkebunan sawit sudah tidak lagi menggunakan lahan gambut untuk perluasan kebun," kata Deputi Kerja Sama Penelitian dan Diseminasi Badan Litbang Pertanian Kapuas Edi Husen, Jumat (27/11). Padahal sebenarnya sawit tidak masalah jika ditanam di lahan gambut.
Tinggal tata kelola airnya yang harus diatur. Salah satunya dengan membangun kanal bersekat. Diterangkannya, pengelolaan lahan gambut dilakukan dengan mengatur tinggi muka air tanah permukaan. Ia harus dipertahankan agar berada di batas maksimum tata air gambut yang berkelanjutan.
Batas tinggi muka air tak bisa dipukul rata, melainkan bergantung pada topografi dan jenis komoditas tanaman yang diusahakan di lahan gambut. Untuk pengusahaan tanaman pangan, kata dia, tinggi muka air maksimal 40 sentimeter dari permukaan tanah. Sedangkan untuk sawit di kisaran 60-80 sentimeter. Cara mengatur tinggi muka air dengan sistem kanal bersekat.
Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga merupakan Ketua HGI Supiandi Sabiham menambahkan, Indonesia perlu merujuk kepada Malaysia dalam pengelolaan lahan gambut. Di Malaysia, kawasan gambut dikelola dengan baik dengan menerapkan water management. "Kawasan gambut terutama gambut terdegradasi sebaiknya dikelola untuk kegiatan produktif agar tidak semakin rusak," katanya.