REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Didin Hafidhuddin menjelaskan, dalam rapat pleno kedua Dewan Pertimbangan MUI, kaum muslim ingin menyampaikan saran konstruktif bela negara. Hal ini, ujarnya sebagai respons dari rumusan konsep bela negara yang diwacanakan pemerintah.
"Bela negara bagi kaum muslim tidak hanya strategis tapi juga aspek teologis," kata Didin, Kamis (26/11).
Didin mengatakan, bela negara sudah dipraktikkan tokoh-tokoh muslim terdahulu utamanya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia mengatakan, pimpinan ormas Islam mengerahkan jamaah untuk ikut serta dalam perjuangan bela negara.
Hal itu, ujarnya, lantas dilanjutkan dengan tidak hanya mempertahankan kemerdekaan tapi juga mengisi kemerdekaan dengan program-program untuk menyejahterakan bangsa. "Tentunya kita ingin bangsa Indonesia menjadi tuan di tanah sendiri," kata mantan Ketua Umum Baznas itu.
Terkait keterkaitan bela negara dengan kemampuan pegang senjata, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Nazaruddin Umar mengatakan, jihad dan patriotisme adalah sesuatu yang berbanding lurus.
"Tidak harus perang, tapi bisa dari berbagai aspek. Tindakan fisik dapat dilakukan kalau memang dibutuhkan untuk membela negara bila dalam keadaan genting," ujar mantan Wakil Menteri Agama itu.
Nazaruddin mengaku, bela negara memiliki banyak subtansi. Yang terpenting, ujarnya, adalah melakukan tindakan yang membela negara dari berbagai tantangan.