Kamis 26 Nov 2015 16:56 WIB

Menteri Susi: Kapal Nelayan Harus Diukur Ulang

Rep: Lilis Handayani/ Red: Nur Aini
Kapal nelayan.
Foto: Antara/Ampelsa
Kapal nelayan.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti meminta seluruh nelayan di Kabupaten Indramayu melakukan pengukuran ulang kapal.

''(Nelayan) harus mau (kapalnya) diukur ulang. Kalau menolak, nanti tidak diurusi sama Ibu (Susi),'' ungkap Susi, di hadapan para nelayan yang ditemuinya saat berkunjung ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Kamis (26/11).

Susi menambahkan, proses ukur ulang kapal harus segera selesai. Mulai 1 Januari 2016, semua ukuran kapal, harus sesuai dengan ukuran aslinya.  ''Tidak boleh ada yang tidak sesuai ukurannya,'' kata Susi.

Susi pun berjanji, proses ukur ulang kapal tidak akan dipersulit. Selain itu, proses tersebut tidak dipungut biaya. Dia meminta nelayan mentaati kebijakan tersebut.

Sebelumnya, para nelayan di Kabupaten Indramayu menolak kebijakan KKP untuk pengukuran ulang bobot kapal. Hal ini karena, kebijakan itu dinilai tidak memiliki landasan aturan yang jelas.

Pengukuran kapal biasanya dilakukan para nelayan di Kementerian Perhubungan melalui Kesyahbandaran yang ada di daerah.

''Kemarin kita menolak karena belum ada sinkronisasi antara KKP dan Kemenhub,'' tutur General Manager Koperasi Perikanan Laut (KPL) Mina Sumitra Karangsong, Kabupaten Indramayu, Ono Surono, saat ditemui di acara yang sama.

Ono menyatakan, ukur ulang kapal kewenangannya berada di tangan Kemenhub. Saat KKP dan Kemenhub sudah ada sinkronisasi dalam kebijakan itu, maka pihaknya bisa menerima kebijakan tersebut.

Ono mengakui, ukur ulang kapal akan membuat  bobot kapal yang tidak sesuai kenyataannya (mark down) akan terungkap meski kapal itu dilengkapi dokumen resmi. Kondisi tersebut menunjukkan adanya 'kong-kalingkong' antara pemilik kapal dengan pihak yang mengeluarkan dokumen tersebut.

Ono meminta, saat mark down itu terungkap, maka jangan hanya nelayan yang harus menanggung akibatnya. Namun, pejabat yang mengeluarkan dokumen tersebut juga harus diberi hukuman.

''Selama itu jadi komitmen, (saya) menerima (kebijakan ukur ulang kapal),'' tutur pria yang juga menjabat sebagai anggota Komisi IV DPR tersebut.

Ono menilai, khusus untuk Kabupaten Indramayu, kasus mark down hanya sekitar sepuluh persen dari jumlah kapal diatas 30 GT yang mencapai 130 unit kapal. Mark down pun hanya sekitar 4-6 GT dari ukuran yang sesungguhnya.

''Biasanya mark down berkaitan dengan perizinan,'' ungkap Ono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement