Kamis 26 Nov 2015 14:39 WIB

GSBI Tuntut Polisi Bebaskan Buruh yang Ditangkap

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Karta Raharja Ucu
 Buruh berunjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (26/11).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Buruh berunjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (26/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menilai tindakan kepolisian yang menangkap buruh saat melakukan aksi mogok nasional di Kabupaten Bekasi mencederai demokrasi. Sebab, GSBI menilai serikat buruh atau serikat pekerja memiliki hak untuk mengorganisir pemogokan sebagaimana tertulis dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Buruh.

Ketua Umum DPP GSBI, Rudi HB Daman mengatakan, sebagai warga negara buruh juga memiliki hak menyampaikan pendapat di muka umum, sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.  Atas kejadian ini, GSBI yang juga bagian dari Komite Aksi Upah Gerakan Buruh Indonesia (KAU-GBI) mengecam keras tindakan aparat kepolisian.

Kepolisian menurut dia telah melakukan pembubaran paksa aksi damai kaum buruh dengan cara pemukulan, kekerasan dan menangkap lima orang buruh yang terlibat dalam aksi damai di Kawasan EJIP Kabupaten Bekasi 25 November 2015. "Kami menuntut pihak kepolisian segera membebaskan kaum buruh dan aktifis buruh yang ditangkap tanpa syarat," ujar Rudi dalam siaran pers, Rabu (26/11).

GSBI juga menuntut pemerintahan Jokowi-JK untuk menghentikan berbagai bentuk kekerasan, teror dan penangkapan terhadap rakyat. Pemerintahan Jokowi-JK juga diminta segera mencabut PP 78/2015 tentang Pengupahan.

Rudi menyebut GSBI mendukung penuh perjuangan buruh di Kabupaten Bekasi dan kaum buruh di seluruh wilayah Indonesia untuk menuntut Pencabutan PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. "GSBI juga menyerukan kepada seluruh buruh di Indonesia untuk terus menyuarakan tuntutan pencabutan PP tersebut serta berbagai kebijakan lain yang merugikan buruh dan rakyat Indonesia," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement