REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tengah memproses dugaan pencatutan nama pimpinan negara dalam negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport, yang diduga dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens menilai selain menyebabkan kegaduhan politik, kasus ini juga tersebut berpotensi menyebabkan perubahan konstelasi politik.
"Komposisi kelompok koalisi dan oposisi berpeluang untuk berubah," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (25/11).
Karena, kasus Setnov itu memiliki konsekuensi terburuk berupa pencopotan jabatan. Sehingga, lanjut dia, nantinya, kocok ulang pimpinan dewan pun kemungkinan besar harus dilakukan.
"Hal ini akan menjadi perhatian serius bagi partai-partai politik," katanya.
(Baca juga: Sudirman: Rekaman Setnov-Freeport Bukan Hasil Editan)
Seperti diketahui, saat ini MKD tengah memproses laporan dari Menteri ESDM Sudirman Said mengenai dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla, dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Menteri Sudirman Said menyebut ada politikus kuat, yang kemudian diduga adalah Setya Novanto yang mencatut nama pemimpin negara. Dalam laporannya, Sudirman Said menyerahkan bukti rekaman hasil penyadapan negosiasi antara Setya Novanto dan Freeport
Berita lainnya:
Kasus Pencatutan Nama Presiden Jangan Berujung Seperti Pertemuan Setnov-Trumph