REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tanggal 25 November merupakan hari peringatan guru Indonesia. Berkenaan dengan peringatan ini, Ketua Umum Forum Honorer Kategori Dua Indonesia (FHK2I), Titi Purbaningsih menilai guru sebagai penerang.
"Karena tanpa ada guru, tidak akan ada profesi lain," ujar Titi kepada Republika, Rabu (25/11).
Titi juga menerangkan, guru honorer sepertinya merupakan sosok guru yang mulia. Ini karena tidak semua guru mampu bertahan menjadi guru honor. Penyebabnya, mereka mau bertahan lama untuk mengajar di sekolah meski gaji yang diterima sangat tidak layak.
Karena kondisi demikian, Titi berharap pemerintah untuk bisa memperhatikan kesejahteraan guru honorer terutama honorer K2. Untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Titi sangat meminta agar memperhatikan kelayakan guru k2. Apalagi, lanjut dia, anggaran pemerintah untuk pendidikan sebesar 20 persen.
"Tolong sisihkan sedikit saja dari 20 persen untuk kelayakan kita," ujar Titi. Penyisihan ini setidaknya bisa menenangkan hati para guru k2 sementara dengan sambil menunggu realisasi janji pengangkatan PNS oleh pemerintah.
Titi sangat meminta Kemendikbud menengok nasib dan kelayakan guru honorer di seluruh Indonesia. Dia berharap agar pemerintah tidak menghitung mereka sebagai pekerja biasa. Namun pemerintah juga harus memperhitungkan kelayakan dan kesejahteraag honorer juga.
Kemudian, Titi juga menitip pesan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) dan Presiden Joko Widodo. Dia meminta pemerintah ini untuk segera membuat regulasi yang bisa menenangkan para guru honorer di seluruh Indonesia. Sehingga, tambah dia, para guru honorer ini bisa melaksanakan tugasnya dengan baik tanpa beban.
Pada kehidupan sehari-hari, Titi mengungkapkan, banyak masyarakat yang memanggil mereka dengan sebutan ‘Pak atau Ibu Guru’. Menurut dia, panggilan ini merupakan beban moral bagi mereka. Pasalnya, segala yang mereka pakai sebagai wujud profesi guru merupakan hutang.
"Sepatu kami hutang, baju kami hutang dan sebagainya. Kami terpaksa hutang karena gaji kami sangat terbatas dan tidak mampu membeli langsung. Jadi kami terpaksa hutang jika membeli sesuatu yang berkenaan dengan profesi guru," jelas dia.