Rabu 25 Nov 2015 20:31 WIB

Kasus Pencatutan Nama Presiden Jangan Berujung Seperti Pertemuan Setnov-Trumph

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Setara Institute Hendardi.
Foto: Antara
Ketua Setara Institute Hendardi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan selain harus dilaksanakan secara terbuka, sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait pencatutan nama pimpinan negara, yang diduga melibatkan Setya Novanto, juga mestinya melibatkan unsur masyarakat yang kredibel.

Menurutnya hal itu sesuai mandat tata tertib (tatib) DPR. Hendardi mengatakan MKD harus memastikan kelembagaan DPR pulih integritasnya, setelah ketua lembaga tinggi terlibat tindakan yang merendahkan kelembagaan DPR.

"Setya Novanto harus disidang secara terbuka karena tindakannya merupakan pelanggaran etik yang mengarah pada tindak pidana penipuan atau pemerasan. Sidang atas Novanto juga tidak cukup hanya melibatkan anggota MKD tetapi harus melibatkan unsur masyarakat sesuai perintah tatib DPR," jelasnya kepada Republika.co.id, Rabu (25/11).

"Dimana majelis MKD terdiri dari tiga orang anggota MKD dan empat orang unsur masyarakat. Kasus ini tidak bisa berujung pada pengampunan seperti kasus Donald Trumph," tegasnya.

Ia melanjutkan, sidang MKD yang terbuka juga akan menguak dugaan keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini. Sebagai persekongkolan tingkat elit, tidak mungkin kasus ini melibatkan satu dua aktor, termasuk Sudirman Said dan Luhut B. Panjaitan yang namanya dikaitkan dengan proses negosiasi ini juga harus dimintai keterangan.

"Sehingga semuanya menjadi jelas. Rakyat tidak bisa tinggal diam menyaksikan dugaan persekongkolan elit ini. Selain KPK yang sedang menyelidiki, sidang MKD terbuka hanya menjadi salah satu cara menjawab kemarahan rakyat atas kasus ini," katanya.

Hendardi menambahkan, pemerintah juga harus menggunakan kisruh renegosiasi kontrak PT Freeport Indonesia untuk mengatur tata kelola investasi dan bisnis strategis yang melibatkan unsur-unsur negara.

"Dalam sektor tersebut, potensi penyalahgunaan kewenangan oleh aktor negara sangat mungkin terjadi. Saya menduga kisruh PTFI adalah satu contoh saja," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement