REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia khusus (Pansus) RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) menggelar rapat kerja terbuka dengan perwakilan pemerintah selama dua jam, Rabu (25/11). Rapat ini mengagendakan penyampaian pandangan pemerintah, yang diwakili enam kementerian.
Mereka terdiri atas Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Agama (yang kini diwakili Dirjen Bimas Islam), Menteri Kesehatan (diwakili staf khusus menteri), Menteri Keuangan (diwakili wakil menteri Mardiasmo), dan Menteri Hukum dan HAM (diwakili staf khusus).
Mendag Thomas Lembong mengapresiasi pemerintah atas RUU yang merupakan inisiatif DPR RI itu. Ia menjelaskan, setidaknya ada tujuh regulasi yang sudah mengatur soal minol di Indonesia, mulai dari setingkat UU hingga peraturan-peraturan daerah. Misalnya, UU Nomor 39/2007 Tentang Cukai, UU Nomor 36/2009 Tentang Kesehatan, dan UU Nomor 18/2012 Tentang Pangan.
Dituturkan Thomas, pemerintah ingin agar UU Larangan Minol nantinya berfokus juga pada soal minuman keras oplosan, yang telah banyak merenggut nyawa, khususnya anak-anak muda. "Masalah yang ada saat ini lebih terkait dengan penyalahgunaan atau konsumsi minuman beralkohol yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak buruk kesehatan masyarakat," kata Thomas dalam rapat tersebut di Gedung DPR, Jakarta, Rabu.
"Selain itu," kata dia melanjutkan, "ketiadaan pengaturan minuman beralkohol tradisional dan campuran atau racikan dengan bahan-bahan lain selain pangan."
Pembentukan RUU Larangan Minol dapat menjadi landasan hukum yang komprehensif karena soal minol bisa diatur dengan UU tersendiri. "Pemerintah pada prinsipnya sepakat dan siap untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol," kata dia.
Terkait distribusi minol, lanjut Menteri Thomas, pihaknya belum berencana mengubah Permendag Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015. Peraturan menteri perdagangan itu antara lain mengatur soal pembatasan penjualan minol dengan kadar alkohol di bawah lima persen di minimarket-minimarket.
"Sementara ini, tidak ada perubahan. Jadi kami tentunya tidak mau ceroboh. Kita mau berhati-hati dan membentuk pola kebijakan yang bijaksana dan efektif."