REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan Kisruh perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI) telah membuka tabir betapa tarikan kepentingan antarelit dalam negeri sangat kuat untuk memperoleh keuntungan. Bukan untuk negeri tapi untuk kelompoknya.
(Baca: Setya Novanto dan Sudirman Said Lebih Baik Mundur Dua-Duanya)
Menurut dia, Setya Novanto adalah aktor yang sudah terkuak dugaan keterlibatannya dalam negosiasi perpanjangan kontrak PTFI. Atas dugaan itu, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) harus memastikan kelembagaan DPR pulih integritasnya, setelah ketua lembaga tinggi terlibat tindakan yg merendahkan kelembagaan DPR.
"Setya Novanto harus disidang secara terbuka, karena tindakannya merupakan pelanggaran etik yang mengarah pada tindak pidana penipuan atau pemerasan," kata dia, Senin (23/11) malam.
(Baca: Forum Praktisi Hukum Minta MKD Hentikan Kasus Setya Novanto)
Sidang atas Novanto juga tidak cukup hanya melibatkan anggota MKD tetapi harus melibatkan unsur masyarakat sesuai perintah tata tertib (tatib) DPR, dimana majelis MKD terdiri dari tiga orang anggota MKD dan empat orang unsur masyarakat.
"Kasus ini tidak bisa berujung pada pengampunan seperti kasus Donald Trumph," kata dia.
(Baca: Sanksi untuk Setya Novanti akan Lebih Berat, Jika...)
Hendardi mengatakan sidang MKD yang terbuka juga akan menguak dugaan keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini. Sebagai persekongkolan tingkat elit, tidak mungkin kasus ini melibatkan satu atau dua aktor.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolkam) Luhut B. Panjaitan yang namanya dikaitkan dengan proses negosiasi ini juga harus dimintai keterangan sehingga semuanya menjadi jelas.
Rakyat tidak bisa tinggal diam menyaksikan dugaan persekongkolan elit ini. Selain KPK yg sedang menyelidiki, sidang MKD terbuka hanya menjadi salah satu cara menjawab kemarahan rakyat atas kasus ini.