REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi bantah yang dilakukan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan terhadap laporan Menteri ESDM Sudirman Said menunjukkan belum tertatanya manajemen isu pemerintah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun diminta membenahi tata kelola isu yang dilakukan Sekretariat Kabinet, Kementerian Sekretariat Negara, dan Kantor Staf Presiden.
"Ini sebenarnya lebih pada tugasnya Kantor Staf Presiden, Setneg, dan Setkab agar isu tidak liar. Kecuali memang by design, karena tidak mungkin semua dilimpahkan ke presiden," ujar pengamat politik Pusat Studi Keamanan dan Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi dalam keterangannya, Senin (23/11).
Menurutnya, sikap Luhut yang merasa tidak suka dengan laporan Menteri ESDM kepada Mahkamah Kehormatan Dewan justru menunjukkan adanya konflik kepentingan terkait kontrak PT Freeport Indonesia. Sikap Luhut justru menunjukkan adanya pergesekan kekuatan yang belum selesai di internal kabinet.
"Sikap Luhut ini memperkeruh. Seharusnya dengan posisi dia, tidak membuatnya mengatakan (laporan Sudirman) itu tidak mendapat restu presiden. Itu seharusnya bagian dari internal manajemen isu," tegas Muradi.
Seharusnya, kata dia, Luhut tak kontraproduktif mengenai kisruh perpangangan Freeport. Sebaliknya, Luhut patut memiliki sikap sejalan dengan jajaran pemerintah lain untuk membuktikan adanya mafia makelar perpanjangan kontrak Freeport. "Pak Luhut jangan berbuat hal kontraproduktif. Saya aspresiasi yang dilakukan Sudirman, terlepas dia punya motif atau tidak," kata dia.
Ia menjelaskan, kalau Sudirman sudah bilang berkoordinasi dengan presiden, artinya itu harus didukung. Artinya, tak seharusnya Luhut BP lalu mengatakan ke publik bahwa tak ada koordinasi.
"Yang seperti itu tak usah diungkapkan ke publik. Akhirnya publik membaca ada konflik kepentingan terkait Freeport," lanjut Muradi.