REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mempersoalkan status Sudirman Said saat melaporkan dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua DPR Setya Novanto. Status Sudirman diminta dijelaskan terlebih dalam kapasitas menyampaikan rekaman pembicaraan dengan Pimpinan Freport.
"MKD bekerja sesuai dengan aturan, sehingga status Sudirman Said sebagai pribadi atau sebagai menteri saat melapor ke MKD harus jelas," kata Ketua MKD, Surrahman Hidayat usai rapat pleno MKD di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (23/11).
Rapat pleno MKD berlangsung secara tertutup selama sekitar empat jam dan berakhir pada pukul 16.30 WIB. Menurut Surrahman, dalam rapat pleno MKD terjadi perdebatan soal status Sudirman Said saat menyampaikan laporan ke MKD, pekan lalu.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, dalam Tata Tertib dan Tata Beracara DPR RI pada Bab IV Pasal 5 menyebutkan, pihak-pihak yang dapat menyampaikan laporan ke MKD adalah, pimpinan DPR, anggota DPR, atau masyarakat.
"Sudirman Said sebagai Menteri ESDM saat menyampaikan laporan, tidak ada dalam tiga kriteria yang tertera. Apakah Sudirman Said dapat dimasukkan dalam tiga kriteria itu?," katanya. Surrahman menilai, Sudirman Said ketika menyampaikan laporan ke MKD pada Senin pekan lalu, dalam kapasitas sebagai Menteri ESDM, termasuk dengan suratnya yang menggunakan kop resmi Kementerian ESDM.
Sementara itu, MKD memutuskan untuk melanjutkan rapat pleno pada Selasa sore karena masih ada perbedaan pandangan terkait status Sudirman Said tersebut. MKD juga berencana akan mengundang pakar bahasa hukum. "Karena kita memerlukan opini pakar mengenai legal standing dalam Bab IV Pasal 5 Tata Tetib dan Tata Beracara MKD," kata Surrahman.