Senin 23 Nov 2015 13:06 WIB
Setnov Diminta Mundur

Sanksi untuk Setya Novanto Bisa Lebih Berat, Jika...

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua DPR Setya Novanto (Setnov).
Foto: Antara
Ketua DPR Setya Novanto (Setnov).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) belum ingin berandai-andai sanksi apa yang akan diberikan untuk Ketua DPR RI, Setya Novanto. Ketua DPR RI ini dilaporkan atas dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said.

Namun, Wakil Ketua MKD, Junimart Girsang menegaskan, sanksi yang akan diberikan ke Setya Novanto dipastikan lebih berat kalau diputus bersalah oleh MKD. Sebab, ini kalau dalam perkara ini Setya diputus bersalah, sudah dua kali yang bersangkutan menerima sanksi oleh MKD DPR.

“Setiap anggota DPR yang sudah pernah diputus bersalah dengan sanksi kode etik, maka itu menjadi pemberatan dalam pertimbangan putusan nanti,” kata Junimart di kompleks parlemen Senayan, Senin (23/11).

(Baca: Kuasa Hukum Setya Dalami Keabsahan Bukti Rekaman)

Sebelumnya, Setya Novanto juga diputus bersalah dengan sanksi berupa teguran oleh MKD atas pertemuannya dengan pengusaha Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Padahal, Donald Trump menjadi salah satu bakal calon Presiden AS.

Pertimbangan perkara itulah yang akan dijadikan MKD dalam memberikan sanksi kalau Setya Novanto akhirnya diputus bersalah oleh sidang MKD DPR RI. Namun, sampai putusan bersalah itu dijatuhkan untuk Wakil Ketua Partai Golkar hasil munas Bali ini, MKD belum ingin menebak sanksi apa yang akan diberikan atas kesalahan yang diduga dilakukan Setya Novanto.

(Baca: PPP Kubu Djan Faridz Minta Sidang Setya Novanto Digelar Tertutup)

MKD masih akan menggelar rapat internal untuk menentukan apakah perkara aduan tersebut dapat dilanjutkan ke tahap persidangan atau tidak. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu berharap, proses di MKD dapat berjalan lancar dan obyektif.

Meskipun banyak intervensi untuk proses yang berjalan di MKD, namun, setiap anggota MKD seharusnya melepaskan nama fraksi atau partai setelah duduk di MKD. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam memutus perkara di MKD.

“Kalau tekanan itu hal biasa, tidak ada lobi-lobi karena MKD kan tak bisa diintervensi,” tegas Junimart.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement