Ahad 22 Nov 2015 20:00 WIB

Freeport Disebut Lakukan Operasi Terselubung

Rep: Agus Raharjo/ Red: Nur Aini
PT. Freeport
Foto: Musiron/Republika
PT. Freeport

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Munculnya kasus yang berkaitan dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) belakangan ini dinilai hanya sebagai bahan pemetaan oleh PTFI. Direktur Global Future Institute Hendrajit mengatakan, perkembangan kasus Freeport kehilangan perspektif.

Menurutnya, bagi Freeport, munculnya kasus tersebut hanya sebagai alat pemetaan mana pihak yang akan dijadikan kawan oleh PTFI nantinya. “Ada operasi tersamar oleh Freeport, kesannya menuju masalah perpanjangan kontrak karya, tapi mungkin lebih besar dari itu,” kata dia di Jakarta, Ahad (22/11).

Hendrajit menambahkan, persoalan Freeport bukan hanya persoalan soal kontrak karya. Namun, Freeport adalah bentuk baru dari VOC era Belanda.  Ia menilai yang patut dinanti setelah mencuatnya pertemuan Ketua DPR dengan pimpinan PT Freeport adalah agenda kedua nanti.

Kalau di agenda kedua itu berhasil, maka itulah skema sesungguhnya yang diinginkan oleh Freeport di Indonesia. “Mungkin ekspansi pertambangan lain di Indonesia,” ungkap dia. (Baca: Muslimah Indonesia Bimbing Hafalan Alquran Putri Imam Masjidil Haram)

Saat ini, Freeport baru sekadar memetakan mana pihak yang lebih enak untuk dijadikan kawan. Sejarah bahkan sudah menunjukkan bukti ini saat perpecahan Kerajaan Mataram yang mengakibatkan munculnya Kasultanan dan Kasunanan. Kasus pertemuan ketua DPR RI dengan pimpinan PTFI hanyalah untuk menggambarkan posisi dari pihak-pihak yang memiliki posisi di Indonesia.

Dari kasus ini saja, kata Hendrajit, Freeport dapat melihat ada ketidaksolidan di internal pemerintah sendiri. Hal itu dapat dilihat dari pernyataan yang berbeda antara Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan HAM, Luhut Binsar Pandjaitan soal laporan Menteri ESDM ke Mahkamah Kehormatan Dewan DPR.

Menurut Hendrajit, mencuatnya kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden hanya penggalan dari langkah pemetaan yang dilakukan oleh PT Freeport. Menurut dia, apa yang dilakukan oleh Menteri ESDM jelas bukan atas kemauan dari pemerintah, tapi itu lebih sebagai dorongan dari Freeport. “Yang dihadapi Indonesia saat ini adalah pelemahan sistem ketatanegaraan,” ungkap Hendrajit.

Polemik Freeport mencuat setelah Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Sudirman menyerahkan bukti rekaman yang diduga dilakukan Setya dengan petinggi Freeport. Dalam percakapan itu, Setya mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk meminta jatah saham.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement