Jumat 20 Nov 2015 22:18 WIB

Rekaman Soal Freeport Harusnya Dibuka ke Publik

Red: M Akbar
Ketua Komisi Informasi Publik, Abdulhamid Dipopramono.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Komisi Informasi Publik, Abdulhamid Dipopramono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid Dipopramono mengatakan rekaman pejabat Freeport dengan Ketua DPR Setya Novanto dan seorang pengusaha seharusnya dibuka kepada publik.

"Menutup informasi publik atau hanya menyerahkannya kepada satu-dua orang atau lembaga, justru akan memunculkan banyak spekulasi yang memunculkan banyak versi informasi di publik dan media," katanya di Jakarta, Jumat (20/11).

Dengan banyaknya versi informasi yang beredar akan menghasilkan informasi yang tidak benar, tidak akurat, dan menyesatkan publik. Pada akhirnya ini akan meresahkan dan kontraproduktif. "Si pembuat dan penyebar pun menurut ketentuan undang-undang bisa terkena pasal pidana," katanya.

Menurut dia, rekaman yang diserahkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said kepada Mahkamah Kehormatan Dewan merupakan informasi publik. Informasi publik tersebut bukan yang dikecualikan atau dirahasiakan seperti yang tertuang dalam pasal 17 UU No14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Sesuai dengan pasal 3 UU KIP, keterbukaan informasi kepada publik bertujuan untuk menjamin hak warga negara mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik dan proses pengambilan kebijakan berserta alasannya.

Juga untuk mendorong partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan publik dan tata kelola badan publik yang baik. "Selain itu, untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik (good governance government), yaitu yang transparan, efektif, efisien, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan," katanya.

Ia mengatakan, PT Freeport Indonesia meskipun perusahaan terbuka tetapi di dalamnya ada porsi saham milik negara Indonesia, artinya saham rakyat (publik) Indonesia. Karena urusan saham negara dan mengeksploitasi SDA (resources) milik rakyat, maka sesuai Pasal 33 UUD 45, harus dipertanggungjawabkan ke publik dan hasilnya untuk kepentingan publik.

"Jadi tidak boleh penentuan pembagian saham yang merupakan kegiatan pembuatan kebijakan publik itu hanya dilakukan oleh satu-dua atau beberapa orang saja (yang mengatasnamakan pejabat publik) secara tertutup dan di ruang gelap, untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Untuk itu, menurut dia, rekaman tersebut seharusnya dibuka, mengingat hal itu juga menyangkut informasi publik sesuai dengan UU KIP. Apalagi kini rekaman tersebut telah menjadi perhatian publik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement