Jumat 20 Nov 2015 21:34 WIB

'Belum Ada Chemistry Antara Rizal Ramli - Sudirman Said'

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bayu Hermawan
Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Nyarwi Ahmad menilai belum ada sinkronisasi antara Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli dengan Menteri Energi  dan Sumber Daya Minertal (ESDM) Sudirman Said.

Menurutnya Kementerian ESDM berada di bawah struktur dan koordinasi Kemenko Maritim sehingga seharusnya  segala pekerjaannya sesuai dengan apa yang ditentukan.  Hanya saja hingga kini masih ada perbedaan di manajemen koordinasi dua kementeria ntersebut yang berkaitan dengan konteks politik.

"Ini yang terkadang menarik perhatian, ada chemistry yang belum bertemu,” ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat (20/11).

Baik Menko maupun menteri sama-sama menjalankan tugas dari Presiden. Seandainya ada ketidaksepahaman antarkeduanya, hendaknya disampaikan secara internal.

"Jangan dibawa Curhat keluar. Harus ada sinergi antarmenteri yang terkait," katanya.

Ia melanjutkan, publik harus mendapat hal subtansial dari para menteri, misalnya apa yang dikerjakan, kendala, ataupun target yang ingin dicapai. Yang publik butuhkan adalah hal-hal substantif, bukan drama-drama politik ataupun kegaduhan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Rizal tidak mau lagi mengundang Sudirman untuk rapat. Rizal malas lantaran setiap diundang, Sudirman tidak pernah hadir.

(Baca: Rizal Ramli Kesal Sudirman Said tak Pernah Datang Rapat)

Baru-baru ini Rizal juga membuat heboh dengan menyatakan bahwa reshuffle akan dilakukan akhir tahun padahal hingga kini Jokowi belum mengumumkannya.

(Baca juga: Rizal Ramli: Reshuffle Jilid II Akhir 2015)

Berbicara soal reshuffle, Nyarwi mengatakan menteri-menteri yang tidak memiliki capaian sebaiknya diganti. Presiden sebagai pemegang hak prerogratif juga harus memperhatikan kepuasan publik.

"Kalau publik terus-menerus tidak nyaman dengan menteri A atau B dengan didasarkan data pertimbangan tertentu, maka ini bisa menjadi bahan evaluasi pertimbangan Presiden," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement