REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro mengatakan siapapun pihak yang melanggar peraturan harus mendapat hukuman yang setimpal, termasuk Ketua DPR, Setya Novanto sekalipun.
Pejabat publik yang mengemban peran sebagai wakil rakyat, akan senantiasa disorot. Apakah mereka sungguh-sungguh mewakili rakyat atau tidak. "Kasus perilaku negatif yang berkembang belakangan ini oleh Ketua DPR menjadi pembelajaran sangat berharga yang tidak perlu diulangi oleh para wakil rakyat lainnya," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (19/11) malam.
Setiap pejabat publik ketika dilantik membacakan sumpah sesuai dengan agamanya. Pembacaan sumpah tersebut bisa diterjemahkan sebagai refleksi kontrak antara pejabat publik dengan negara (rakyat).
"Bila sumpah dan peraturan yang mengikatnya dilanggar, ia harus diberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya," kata dia.
Bila apa yang disampaikan Menteri ESDM benar adanya dan didukung oleh fakta-fakta hukum yang cukup, maka sulit rasanya publik menerima realitass tersebut. Publik mungkin tidak perlu mendesak Setnov mundur sebagai ketua DPR bila sejak awal Indonesia mengedepankan pentingnya etika atau moral dalam berpolitik dan dalam menjalankan proses demokratisasi.
Siti sudah sejak lama mengusulkan diterapkkannya dan disosialisasikannya tradisi serta budaya malu dan mundur kalau tidak bisa dan melanggar amanah.Rekruitmen pimpinan DPR harus mengikuti undang-undang dan tata tertib yang ada.
Karena itu bila Setnov terbukti bersalah dan melanggar undang-undang peraturan tidak ada alasan untuk tetap bertahan sebagai ketua DPR. Masalah pengganti perlu mengikuti mekanisme sesuai undang-u dang dan peraturan yang ada.
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) adalah penajaga etika dan pengawal akuntabilitas publik DPR. Bila ada masalah dengan anggota DPR terkait isu moral, etika dan integritas, MKD harus memprosesnya. Ini penting untuk menjaga integritas dan kredibilitas intitusi wakil rakyat.