Jumat 20 Nov 2015 03:05 WIB

Indonesia Butuh Industri Padat Teknologi

Rep: Dyah Ratna Meta Novi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam menghadapi persaingan global,  Indonesia tak boleh hanya bergantung pada keberadaan industri padat karya yang selama ini yang selalu diandalkan menyerap banyak tenaga kerja.

Ke depannya, Indonesia harus mulai berorientasi membentuk industri-industri yang  bersifat padat teknologi dengan didukung oleh kemampuan tenaga kerja yang terampil, ahli dan bersertifikasi kompetensi kerja

“Untuk mendorong industri nasional yang kompetitif dan berdaya saing tinggi, Indonesia harus mulai berorientasi membangun industri nasional yang padat teknologi di berbagai wilayah Indonesia,” kata Menteri Tenaga Kerjaan M Hanif Dhakiri, Rabu (18/11).

Dalam membangun industri padat teknologi di Indonesia memang memilki tantangan. Ini terkait ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan jumlah angkatan kerja nasional yang besar jumlahnya dan  butuh penyerapan lapangan kerja.

“Bila ingin orientasinya industri nasional yang kompetitif, kita butuh industri padat teknologi. Cuma masalahnya bagaimana dengan SDM kita? Bagaimana juga agar jumlah maupun kualitas dari industri padat teknologi paralel dengan jumlah angkatan kerja kita secara nasional. Ini menjadi tantangan,” kata Hanif.

Hanif memberikan contoh, di suatu daerah ada suatu pabrik yang merekrut seribu orang. Lalu ada pengangguran seribu orang juga.

Sebagai solusinya, logika paling sederhana adalah membangun satu pabrik lagi yang bisa merekrut seribu orang. Tapi kalau membangun satu pabrik lagi itu artinya yang dibangun adalah industri padat karya.  "Saya berpikir, kalo modelnya seperti itu, industrinya tetap tidak akan kompetitif dalam persaingan global,” kata Hanif.

Sebagai solusi  mestinya yang harus dibangun adalah industri padat teknologi yang kompetitif dan bisa menyerap seribu tenaga kerja juga. Diperlukan lima industri yang padat teknologi, yang sangat efisien, yang masing-masing industrinya ini menyerap 200 orang.

“Jadi jika 200 kali lima kan jadinya kan seribu juga. Dengan begitu penyerapan lapangan kerja tetap dapat tapi dari segi kompetitifnya dari industri juga dapat sehingga bisa tetap bertahan dan maju dalam era MEA dan persaingan global,” kata Hanif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement