Kamis 19 Nov 2015 15:20 WIB

'Mencatut Nama Presiden, Setya Novanto Melanggar Hukum'

Ketua DPR Setya Novanto berjalan meninggakan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/11).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua DPR Setya Novanto berjalan meninggakan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/11).

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana Johanes Tuba Helan mengatakan, Ketua DPR Setya Novanto melanggar hukum jika terbukti mencatut nama kepala negara dan wakil kepala negara dalam renegosiasi kontrak karya PT Freeport.

"Saya berkeyakinan bahwa ada pelanggaran hukum karena dilaporkan oleh seorang menteri, bukan oleh anak jalanan," kata Johanes Tuba Helan kepada Antara di Kupang, Kamis (19/11) terkait dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Ketua DPR dalam kasus renegosiasi kontrak karya PT Freeport.

(Baca: Ini Saran Roy Suryo Soal Verifikasi Rekaman Suara Diduga Setya Novanto)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan atas tuduhan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menjamin lancarnya renegosiasi kontrak karya PT Freeport.

(Baca: Soal Pencatutan Nama Presiden, Luhut: Masih Banyak yang Harus Diurus)

Dalam laporannya, Sudirman melampirkan bukti rekaman yang diserahkan pada Rabu (18/11/2015). Bukti itu diserahkan oleh anggota staf khusus Menteri ESDM, Said Didu, dan Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM Hufron Asyrofi.

(Baca: Ini Alasan Luhut tak Ambil Langkah Hukum Pencatut Nama Jokowi)

Menurut Johanes Tuba Helan, jika tidak ada bukti kuat, maka Menteri ESDM tidak akan berani melaporkan masalah ini ke DKD, apalagi terlapor adalah Ketua DPR. "Kita tunggu saja hasil penyelidikan MKD dan penegak hukum, tetapi saya berkeyakinan bahwa ada pelanggaran hukum," katanya.

(Baca: Sudirman Said Lapor ke MKD DPR, Luhut: Bukan Perintah Jokowi)

Dia menambahkan, aparat penegak hukum dapat mengambil langkah hukum karena sudah ada bukti awal yang kuat. "Penyidik Kejaksaan, Kepolisian ataupun KPK bisa mengambil langkah hukum karena sudah ada bukti awal yang kuat. Bukti awal itu adalah rekaman yang digunakan sebagai laporan Menteri ESDM ke MKD," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement