Kamis 19 Nov 2015 06:14 WIB

Homoseksual Meningkat, MUI: Ini Musibah Besar Bagi Depok

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Demonstrasi mengecam kaum homoseksual. Ilustrasi
Foto: AP
Demonstrasi mengecam kaum homoseksual. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kota Depok selain dikenal sebagai kota pendidikan, pemerintahnya juga sangat berkomitmen membangun sebuah kota berbudaya dan relijius.

Namun sayangnya, Kota Depok sedikit tercoreng dengan adanya temuan dari Komisi Penangulangan Aids (KPA) Kota Depok yang menyatakan setiap tahunnya keberadaan kaum homo meningkat.

Berdasarkan temuan KPA Kota Depok, prilaku penyimpangan seks untuk kalangan homo di Kota Depok cenderung meningkat, pada 2014, jumlahnya 4.932 pelaku menjadi 5.791 pelaku pada tahun 2015.

"Kalau benar ini musibah besar bagi kota Depok," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok, KH. Ahmad Dimyathi Badruzzaman, MA saat dihubungi Republika, Rabu (18/11).

Dimyathi mengutarakan, fenomena ini merupakan kegagalan pemerintah dalam membangun sebuah peradaban yang berbudaya dan relijius di Kota Depok. "Pembangunan itu bukan hanya fisik tapi juga yang utama itu pembangunan jiwa atau mental manusianya," tuturnya.

Dia melanjutkan, ini kegagalan semua pihak untuk itu semua pihak harus bertanggung jawab. "Cara mengatasinya, mari ulama dan umaro untuk sama-sama membendung akhlak yang tercela ini dengan terus menerus memberikan nasehat kepada mereka," tegas Dimyathi.

Menurut Dimyathi, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang gay, lesbian, sodomi, dan pencabulan.

Dalam fatwa itu diatur beberapa ketentuan hukum, yakni, pertama, hubungan seksual hanya dibolehkan untuk suami istri. Pasangan laki-laki dan wanita berdasarkan pernikahan yang sah secara syari. Kedua, orientasi seksual terhadap sesama jenis atau homoseksual adalah bukan fitrah tetapi kelainan yang harus disembuhkan.

Ketiga, pelampiasan hasrat seksual kepada sesama jenis hukumnya haram. Tindakan tersebut merupakan kejahatan atau jarimah dan pelakunya dikenakan hukuman, baik had maupun takzir oleh pihak yang berwenang.

Keempat, melakukan sodomi hukumnya haram dan merupakan perbuatan maksiat yang mendatangkan dosa besar dan pelakunya dikenakan had tu zina. Kelima, pelampiasan hasrat seksual dengan sesama jenis selain dengan cara sodomi hukumnya haram dan pelakunya dikenakan hukuman takzir.

"Jadi kalau takzir itu adalah jenis hukuman yang tidak ditetapkan kadarnya oleh nas tetapi diserahkan oleh kebijakan mekanisme peraturan perundang undnagan. Had itu adalah ketentuan hukum yang kadar dan jenisnya itu sudah disebutkan di dalam nas baik Alquran dan Hadist," pungkas Dimyathi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement