REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lucas, pengacara Ketua DPR, Setya Novanto mengatakan, pimpinan DPR mengakui jika petinggi PT Freeport Indonesia ingin mengadakan pertemuan membahas perpanjangan kontrak.
Kasus itu kian bergulir berawal dari laporan Menteri ESDM Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait pencatut nama Presiden dan Wakil Presiden oleh anggota DPR soal perpanjangan kontrak Freeport.
"Pada tanggal 27 April 2015 pukul 14:00 WIB, Direktur Utama Freeport (MS) datang menemui SN di Gedung DPR dengan tujuan meminta bantuan agar (SN) dapat meyakinkan Pemerintah memperpanjang kontrak dengan Freeport," ujar Lucas dalam keterangan di Jakarta, Selasa (17/11).
Namun, hasil tersirat dari pertemuan tersebut Kontrak Karya Freeport tidak dapat diperpanjang karena bertentangan dengan Undang-Undang. Selain itu, jika Ketua DPR dapat membantu perpanjangan kontrak Freeport maka ada imbalan. Namun, sebaliknya jika kontrak Freeport tidak diperpanjang maka akan ada arbitrase internasional terhadap Indonesia di bulan Juli 2015.
Pertemuan tersebut menurut Lucas berlangsung di ruang ketua DPR antara Ketua DPR (SN) dengan Dirut Freeport (MS). "Beberapa hari setelah pertemuan tersebut, Ketua DPR menemui Presiden untuk menanyakan sikap Presiden terhadap perpanjangan kontrak Freeport," kata Lucas.
Saat itu, ujar dia, Presiden dengan tegas menyampaikan Freeport tidak dapat diperpanjang karena melanggar Undang-Undang. "Dan kalaupun mau diperpanjang harus diubah dengan kondisi yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia dan Papua. Selain itu, seharusnya hal ini tidak perlu dibahas sekarang karena baru akan jatuh tempo 2021, sehingga kalau mau dibahas nanti pada tahun 2019," imbuh dia memaparkan.
Setelah pertemuan dengan Presiden, lanjutnya, SN menjadi penasaran dan khawatir. Mengapa Freeport begitu antusias? Selain itu SN juga ingin mengetahui lebih jauh mengenai ancaman arbitrase internasional.
Karena itu, SN meminta bantuan seorang pengusaha berinisial R yang berkelas internasional untuk ikut dalam pertemuan agar mendengar, memberikan masukan dan menjadi saksi dalam pertemuan tersebut. "Sebelum pertemuan kedua terjadi, SN dan R terlebih dahulu sepakat bahwa Freeport tidak mungkin bisa diperpanjang karena melanggar Undang-Undang dan merugikan Indonesia dan Papua. Perpanjangan Freeport harus dicegah, namun dalam sisi lain tetap harus memperhatikan ancaman arbitrase internasional," jelasnya.
Diterangkan Lucas, dalam pertemuan kedua yang terjadi pada 13 Mei 2015 pukul 17:00 WIB, sikap Freeport tidak berubah malah semakin bersemangat. Apalagi ketika dipancing SN seolah-olah ada jalan untuk perpanjang kontrak Freeport. Tetapi pembicaraan tersebut belum juga tuntas dan dilanjutkan dengan pertemuan yang ketiga.
"Selanjutnya dalam pertemuan yang ketiga tanggal 08 Juni 2015 pukul 16:00 WIB, MS begitu antusias dan bersemangat sementara pihak SN dan R sama sekali tidak tertarik dengan segala iming-iming dari Freeport. Melihat gelagat yang tidak beres dan setelah mengetahui siapa yang ada di balik semua ini, maka SN dan R mengakhiri pertemuan tersebut dan sebelum pertemuan ini diakhiri," imbuh dia.
"SN membisiki MS dengan kalimat kita orang Indonesia, harus cinta Indonesia, bela kepentingan Indonesia dan tidak hanya berdiri di atas kepentingan Freeport." Lucas mengatakan pertemuan pun diakhiri dan tidak ada pertemuan lebih lanjut.