REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penumpang sering mengeluhkan buruknya layanan Transjakarta, diantaranya karena bus yang terlalu lama datang sehingga penumpang menumpuk di shelter busway.
Saat bus datang, belum tentu penumpang yang telah menunggu lama bisa langsung naik apalagi di jam-jam sibuk karena armada sudah terlanjur penuh.
Menanggapi hal ini, instruktur pramudi Transjakarta, Daryono mengatakan koordinasi agar jalur tetap steril terus diupayakan bahkan sejak Transjakarta baru beroperasi. Ketika seorang pramudi mengantarkan penumpang, ia akan mengusahakan waktu secepat mungkin agar waktu tunggu headway tidak terlalu lama.
Tapi di lapangan, mereka harus bergelut dengan kemacetan dan berhadapan dengan kendaraan yang menyerobot jalur Transjakarta.
"Tentunya kami, pejuang di jalur busway harus mengutamakan keselamatan orang, meskipun mereka masuk ke jalur kami," kata Daryono kepada Republika.co.id, baru-baru ini.
Pramudi, kata Daryono, bergelut dengan kemacetan luar biasa. Seluruh pramudi pasti ingin memberikan waktu tempuh sesuai time table, misalnya dari Harmoni ke Kalideres selama 30 menit. Namun dengan kondisi jalanan yang karut marut dimana masyarakat memaksa masuk ke jalur busway, maka pramudi tidak dapat berbuat apa-apa.
"Kalau macet, ya kami ikut macet. Dampak akhirnya dirasakan penumpang," ujar pria yang juga mencadi anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) ini.
Sejak launching koridor II dan III pada 2006, Daryono dipercaya menjadi instruktur pramudi Transjakarta. Dia pula yang mengajari pramudi perempuan untuk bisa mengendarai Transjakarta. Kondisi psikologis harus baik mengingat pramudi dapat membawa 50 hingga 100 penumpang.
Pada 2007 dan 2008, Transjakarta mulai menjadi ikon transportasi terkenal di Indonesia. Bahkan di awal-awal kemunculannya, banyak orang di daerah berbondong-bondong datang ke Jakarta hanya untuk menikmati jasa Transjakarta.