Selasa 10 Nov 2015 15:05 WIB

Waspadai Penggantian Konsumsi Beras ke Gandum

Rep: Sonia Fitri/ Red: Winda Destiana Putri
Gandum
Foto: emirates247
Gandum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengingatkan pemerintah agar waspada terhadap penurunan konsumsi beras nasional.

Ia mengindikasi, akan terjadi penggantian budaya konsumsi beras ke gandum jika tidak segera dilakukan antisipasi.

"Harus segera serius mengarah pada agenda diversifikasi, beras dikonsumsi, tapi juga ada pangan pokok lokal lainnya yang jadi alternatif, dan itu bukan gandum," kata dia pada Senin (9/11).

Tidak dengan gandum, sebab Indonesia tidak banyak memproduksi gandum bahkan impor dalam jumlah besar. Jika budaya konsumsi masyarakat bergeser ke gandum, agenda kedaulatan pangan akan makin jauh digapai, sebab ketergantungan impor gandum makin tinggi.

Sutarto menerangkan, saat ini angka konsumsi beras sebesar 114 kilogram per kapita per tahun. Menurun dari angka sebelumnya yakni 139 kilo per kapita per tahun. Sementara angka konsumsi gandum terus menanjak. Saat ini berada di angka 30 kilogram per kapita per tahun dengan impor 7,4 juta ton per tahun.

Diversifikasi pangan harus serius dijalankan segera. Dimulai dengan memperkenalkan ubi jalar atau singkong, bukan sebagai makanan kelas inferior. Jika misalnya saat ini Indonesia kekurangan beras, impor terpaksa harus dilakukan ketimbang masyarakat disuruh berhenti makan beras dan diganti gandum.

Soal tingginya intensitas impor gandum sebelumnya telah diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia Franciscus Welirang. Ia menyebut, saat ini Indonesia sudah menjadi peringkat tiga besar dunia untuk impor gandum. Pada 2014 Indonesia telah mengimpor lebih dari tujuh juta ton gandum.

Permintaan impor gandum mengikuti pertumbuhan GDP sekitar enam sampai tujuh persen. Dengan perhitungan konservatif, peningkatan akumulatifnya mencapai lima persen per tahun.

"Setiap tiga tahun kita nambah satu juta ton, tapi impor gandum di Indonesia juga termasuk untuk ekspor karena akan digulung dalam bentuk terigu, mi instan dan mi kering," ujar Franciscus.

Impor gandum mayoritas berasal dari Australia, Kanada, Amerika, Rusia, Ukraina, Kazakhstan, India, Pakistan, Brasil, dan Argentina. Franciscus memperkirakan permintaan tepung terigu sepanjang 2015 ini akan tumbuh sekitar lima persen. Pada 2014 kebutuhan tepung terigu naik sebesar 5,4 persen atau sekitar 5,4 juta ton. Pada 2015, kebutuhan tepung terigu diperkirakan akan mencapai 5,7 juta ton.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement