REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun meminta Presiden Joko Widodo tegas dalam menindaklanjuti penerimaan negara yang masih jauh dari target.
Hingga Oktober 2015, realisasi belanja APBN Perubahan 2015 tercatat Rp 1.408 triliun atau 71 persen dari target Rp 1.984,1 triliun. Sementara pendapatan negara baru mencapai 63 persen atau Rp 1.109 triliun dari target sebesar Rp 1.761,6 triliun.
"Penerimaan negara masih jauh, menurut saya Presiden harus mengambil langkah tegas terkait situasi ini. Langkah itu misalnya dengan tax amnesty, dan harus dijalankan, kalau tidak akan mengalami short fall," jelasnya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (9/11).
Selain itu, Presiden Jokowi diminta tegas dalam melakukan evaluasi jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Selanjutnya, menjadi kewenangan presiden untuk memberikan sanksi atau tidak kepada DJP. Jika tidak diambil langkah tegas, dikhawatirkan defisit anggaran semakin melebar.
Dia juga mengusulkan pemerintah untuk melakukan efisiensi maupun melakukan utang luar negeri. Menurutnya, utang yang nominalnya bisa ditoleransi itu masih bisa dipahami. Sebab, pemerintah masih punya kemampuan untuk membayar. Selain itu, rasio utang luar negeri terhadap PDB juga masih dalam batas wajar di kisaran 30 persen.
"Utang tidak masalah sepanjang untuk kepentingan produktif dan menunjang pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat," ungkapnya.
Di sisi lain, dia menilai belanja pemerintah pusat sudah cukup bagus dan tidak mengkhawatirkan. Realisasinya sudah mendekati 80 persen. Transfer daerah 90 persen sudah dilaksanakan. Subsidi juga sudah dijalankan.