Rabu 04 Nov 2015 18:38 WIB

Jelang Musim Hujan, Normalisasi Sungai Digiatkan

Rep: c12/ Red: Friska Yolanda
Sebuah alat berat (crane) roboh dan jatuh ke kali di Proyek Normalisasi Kali Ciliwung, Kampung Pulo, Jatinegara, Jaktim, Kamis (1/10).  (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Sebuah alat berat (crane) roboh dan jatuh ke kali di Proyek Normalisasi Kali Ciliwung, Kampung Pulo, Jatinegara, Jaktim, Kamis (1/10). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG BARAT -- Warga Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB), tengah giat melakukan normalisasi saluran drainase air di Desa Giriasih, yang bermuara ke Sungai Cibingbin dan Sungai Cipeusing. Ini dilakukan untuk mengatasi persoalan banjir yang selalu melanda desa saat hujan.

Ketua Kelompok Masyarakat Pemantau Pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Budi Setiawan menuturkan, sudah dua bulan warga setempat aktif menormalisasikan saluran drainase air yang kian dangkal di wilayahnya itu. Rata-rata, kedalaman saluran tersebut satu meter. 

“Ini memang jalan umum atau protokol, dan tiap kali hujan, di situ selalu banjir walaupun hujannya sebentar,” ujar Budi, Rabu (4/11).

Normalisasi tersebut bakal terus berjalan hingga satu bulan ke depan. Sekitar 20 orang turun untuk membersihkan selokan itu. Selain warga, normalisasi juga dibantu oleh Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Lingkungan (FKMPL).

Budi menjelaskan, saluran drainase yang mengarah ke sungai Cibingbin itu sudah tidak berfungsi selama 15 tahun. Kedalaman selokan hanya lima sentimeter, dan dipenuhi berbagai sampah, seperti bekas-bekas daun pohon kelapa, bambu, kayu, sampah dari warga dan lumpur serta pasir yang sudah lama mengendap. 

Saluran air yang ke arah Sungai Cibingbin itu terbentang sepanjang 360 meter. Kebanyakan, sampah di sana berasal dari masyarakat. Akibatnya, ketika turun hujan meski tidak lebat, selalu terjadi banjir di desa tersebut.

Sementara, kondisi saluran drainase yang mengarah ke sungai Cipeusing itu tak jauh berbeda. Salurannya sudah tidak berfungsi selama sekitar lima tahun. “Tersumbat oleh sampah, kayu, bambu, juga oleh sedimentasi pasir dan lumpur,” ujar Budi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement