Rabu 04 Nov 2015 03:24 WIB

PP Pengupahan Dibentuk tanpa Terapkan Asas Keterbukaan

Rep: C05/ Red: Ilham
 Ribuan buruh dari berbagai aliansi se-Jabodetabek melakukan longmarch di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (30/10). (Antara/Sigid Kurniawan)
Ribuan buruh dari berbagai aliansi se-Jabodetabek melakukan longmarch di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (30/10). (Antara/Sigid Kurniawan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses pembentukan PP No 78 Tahun 2015 dinilai jauh dari kata ideal. Peneliti Bidang Ketenagakerjaan LIPI, Lilis Mulyani menyatakan proses pembentukan PP harus bersifat partisipatif, dialogis, dan transparan.

"Maka dari itu wajar jika buruh mayoritas menolak PP ini," ujarnya dalam diskusi di Gedung LIPI, Selasa (3/11).

Dia menjelaskan, pengesahan PP sifatnya 'ujug ujug'. Tak ada pembicaraan sama sekali lalu langsung disahkan tanpa mengajak buruh berbicara dahulu. Hal yang sama berlaku juga untuk pengusaha.

"Jika mengacu ke Pasal 5 UU No 12 Tahun 2011, proses pembentukan aturan hukum harusnya menerapkan asas keterbukaan," jelasnya.

Berdasarkan PP No 78 Tahun 2015, terdapat formula baru dalam menentukan Upah Minimum Provinsi (UMP). Angka UMP berjalan dikali angka inflasi nasional dan dikali angka pertumbuhan ekonomi nasional. Adapun komponen KHL hanya dijadikan acuan setiap lima tahun sekali saja. Ini berbeda dengan perhitungan di masa sebelumnya  yakni KHL dijadikan acuan setiap tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement