Selasa 03 Nov 2015 17:59 WIB

Tak Relevan, Purwakarta tak Gunakan PP Baru

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Ilham
Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat tidak akan menggunakan peraturan pemerintah (PP) baru untuk pembahasan pengupahan buruh 2016. Pasalnya, PP tersebut kurang relevan diterapkan saat ini.

Saat ini, upah di wilayah Purwakarta telah disesuaikan dengan Kelompok Jenis Usaha (KJU). Sedangkan PP baru mengacu pada satu UMK saja.

Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi mengatakan, PP baru hanya akan jadi acuan. Adapun, penetapan UMK tetap akan menggunakan ketentuan yang lama, yakni berdasarkan upah berjalan. Tetapi, kenaikannya upah minimum tahun depan tak lebih dari 11 persen dari upah berjalan saat ini.

"Upahnya tetap akan disesuaikan berdasarkan Kelompok Jenis Usaha," ujar Dedi kepada Republika.co.id, Selasa (3/11).

Menurut Dedi, bila UMK ditetapkan berdasarkan PP baru, akan terjadi stagnasi upah di wilayahnya. Terutama, bagi karyawan yang masuk ke KJU pertama, seperti pegawai sektor otomotif. Sebab, UMK 2015 untuk KJU ini besarannya Rp 3,4 juta per bulan.  

Bila UMK sektor ini naik sampai 11 persen, perusahaan bisa keberatan. Dengan begitu, karyawan akan dirugikan. Mereka, bisa tak naik UMK-nya bila menggunakan PP tersebut.

Sebaliknya, bagi karyawan yang masuk KJU tiga dan empat, yakni sektor tekstil serta garment, akan terjadi lonjakan UMK yang cukup signifikan. UMK garment itu antara Rp 2,1 hingga 2,3 juta. Bila menggunakan PP baru, UMK mereka bisa mencapai Rp 2,9 juta.

"Yang dikhawatirkan, bila sektor garment UMK-nya Rp 2,9 juta perusahaan akan gulung tikar, maka akan banyak karyawan yang di PHK," ujar Dedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement