REPUBLIKA.CO.ID,PONOROGO -- Komunitas Reog Jabodetabek melayangkan surat resmi ke Konsulat Jenderal RI di Davao, Filipina, untuk meminta klarifikasi informasi pembakaran alat kesenian reog oleh oknum pejabat KJRI.
"Kami ingin mendapat penjelasan secara resmi dan tertulis, karena dalam klarifikasi sebelumnya pihak KJRI membenarkan kabar tersebut dengan dalih alat kesenian dimaksud sudah rusak," kata Sekjen Paguyuban Reog Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) Agus Setiyoko, Senin (2/11).
Agus mengungkapkan ada tiga poin permohonan klarifikasi yang mereka ajukan ke pihak KJRI Davao, Filipina.
Pertama, meminta penjelasan secara resmi dan tertulis terkait kasus pembakaran perangkat kesenian reog yang dilakukan pihak KJRI Davao, Filipina.
Selain penjelasan tertulis, lanjut Agus, dalam poin kedua pihaknya juga mempertanyakan penyebarluasan berita pembakaran perangkat kesenian reog itu di sejumlah media online yang menyebut alasan pembakaran karena dianggap berhala.
Poin terakhir yang tidak kalah penting, lanjut Agus, yakni pemintaan kepada pihak KBRI ataupun KJRI di Davao City, Filipina untuk memuat atau menyiarkan klarifikasi atas isu pembakaran benda-benda kesenian reog itu di sejumlah media nasional.
"Kami juga menuntut pihak KJRI ataupun melalui Kedutaan Besar RI di Filipina agar meminta hak klarifikasi kepada media-media yang mengangkat pemberitaan itu untuk menghindari kesimpangsiuran kabar yang berkembang di Tanah Air," ujarnya.
Surat yang ditulis dengan kop Paguyuban Reyog Jabodetabek Nomor 023/PRPJ/X/2015 itu tidak hanya dikirim melalui pesan elektronik ke KJRI di Davao City, tetapi juga ditembuskan ke Kementerian Luar Negeri RI, dan Bupati Ponorogo.
Secara terpisah, Konjen RI di Davao City, Eko Hartono, yang sempat dimintai klarifikasi melalui surat elektronik, memberikan balasan melalui pesan elektronik serupa bahwa kabar pembakaran sejumlah perangkat kesenian reog oleh pihak staf KJRI setempat adalah benar.
Namun, Konjen Eko Hartono sebagaimana dikutip melalui pesan elektronik yang diterima Agus Setiyoko, pembakaran terpaksa dilakukan karena alat kesenian yang telah berusia 30 tahun tersebut kondisinya sudah rusak dan dimakan rayap.
"Bapak Eko selaku Konjen RI di Davao malah mengatakan jika mereka bersykur karena bisa berkomunikasi (melalui email) dengan komunitas reog di Indonesia sehingga bisa meminta masukan untuk pengadaan sejumlah perangkat kesenian reog yang baru di sana," ungkap Agus.
Namun, Agus mengatakan, masyarakat pecinta dan pelaku seni reog di Tanah Air masih membutuhkan penjelasan secara resmi dan terbuka yang bisa dibaca di media nasional agar tidak terus memicu kekecewaan atau bahkan kemarahan masyarakat komunitas reog di Indonesia.
"Surat kedua yang kami ajukan di atas lebih menjadi cermin keterkejutan dan kekecewaan masyarakat Indonesia, khususnya komunitas seniman reog di Tanah Air atas peristiwa pembakaran benda-benda untuk kesenian reog tersebut," ujarnya.
Koresponden Antara melaporkan pemberitaan mengenai pembakaran sejumlah properti kesenian reog seperti gayor, topeng dadak merak serta tempat gamelan kepala naga muncul di sejumlah media online disertai foto pembakaran topeng dadak merak di halaman sebuah rumah yang didiuga sebagai kantor KJRI di Davao City, Filipina.