Ahad 01 Nov 2015 22:58 WIB

Harga Garam Petani Karawang Terjun Bebas

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Yudha Manggala P Putra
Petani garam
Petani garam

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Petani garam asal Kabupaten Karawang, Jabar, menjerit. Pasalnya, saat ini harga komoditi tersebut terjun bebas. Harganya mencapai Rp 180 per kilogram. Selain itu, stok garamnya menumpuk. Sebab, sepi pembeli.

Ketua Forum Komunikasi Garam Rakyat (FKKugar) Kabupaten Karawang, Aep Suhardi, mengatakan, saat ini kondisi cuaca sangat mendukung bagi petani garam. Tetapi, ketika hasil panen melimpah, harganya justru terjun bebas. Diperparah lagi, garam petani ini sepi pembeli.

"Stoknya menumpuk, tak ada yang beli," ujarnya, kepada Republika, Ahad (1/11).

Saat ini, lanjutnya, memang sedang memasuki puncak panen garam. Karena itu, stok garamnya melimpah ruah. Apalagi, hasil produksi petani tahun ini mengalami peningkatan. Rata-rata 80 sampai 100 ton per hektare. Ada kemungkinan, hasilnya akan terus bertambah seiring dengan masih adanya musim kemarau.

Karena itu, para petani garam meminta supaya kebijakan pemerintah berpihak kepada petani. Sebab, saat stok melimpah, harga garam sangat murah. Petani meminta, supaya dikeluarkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET).

Dengan adanya HET, maka garam petani diharapkan bisa terproteksi. Terutama, saat panen raya. Bila ada HET, saat panen raya harga garam bisa stabil. Tengkulak, tak bisa seenaknya memermaikan harga. "Saat ini, luasan lahan yang ditanami garam mencapai 250 hektare yang tersebar di tiga kecamatan," ujarnya.

Sementara itu, Tajudin (48 tahun), salah seorang petani garam asal Kecamatan Tempuran, mengatakan, saat ini ada dua jenis garam yang diproduksi petani. Yakni, garam biasa dan premium. Harga garam premium, masih stabil antara Rp 400-500 per kilogram. Tapi, yang garam biasanya harganya jatuh.

"Garam premium, yang diproduksi menggunakan teknologi ulir filter dan bio isolator. Tapi, belum semua petani mengaplikasikan kedua teknologi ini," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement