Sabtu 31 Oct 2015 20:17 WIB

Kebijakan Ekonomi Pemerintah Dinilai tidak Sinkron

Rep: C27/ Red: Ilham
Presiden Joko Widodo bersiap memimpin Rapat Terbatas bersama Menteri Kabinet Kerja bidang Ekonomi membahas kebijakan pemangkasan izin ivestasi sebagai implementasi Paket Kebijakan Ekonomi II di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (1/10).
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Presiden Joko Widodo bersiap memimpin Rapat Terbatas bersama Menteri Kabinet Kerja bidang Ekonomi membahas kebijakan pemangkasan izin ivestasi sebagai implementasi Paket Kebijakan Ekonomi II di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Suryani SF Motik menilai pemerintah tidak singkron dalam menentukan kebijakan. Dilihat dari kebijakan ekonomi jilid satu hingga lima yang ingin mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi justru menaikan pajak ekspor.

"Saya kira perlu dievaluasi kembali pajak-pajak ekspor mana sehingga pertumbuhan itu bisa tercapai dan bisa lebih," ujar Suryani pada acara diskusi "Akhirnya Jokowi Pakai APBN Sendiri" di Menteng, Jakarta, Sabtu (31/10).

Menurut dia, basis-basis pertumbuhan dari produk-produk yang di ekspor bisa meningkatkan pertumbuhan. Sehingga pemerintah diharapakan mempertimbangkan keputusan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan.

Selain itu, Suryani juga mencatat, pemerintah belum menyentuh permasalahan kebutuhan perempuan dalam APBN. Ia melihat, APBN Tahun 2016 belum memberikan kredit yang akan disalurkan khusus perempuan. "Kalau dulu ada program perkasa, itu sangat membantu," ujarnya.

Melihat APBN tahun 2016 yang meningkatkan dana desa, Suryani mengapresiasi keputusaan tersebut dengan baik. Menurutnya, dengan adanya dana desa memungkinkan desa untuk membuka peluang bagi pertumbuhan tenaga kerja yang tidak terfokus di perkotaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement