REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) melakukan survei terhadap petani tembakau dan mantan petani tembakau, di tiga provinsi penghasil utama tembakau di Indonesia, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat. Hasilnya, petani mengaku pertanian tembakau bukan bisnis yang menguntungkan.
Dari survei itu, baik petani tembakau maupun mantan petani tembakau mengungkapkan bahwa pertanian tembakau bukan merupakan bisnis yang menguntungkan. Mereka berpendapat, pertanian tembakau sangat bergantung pada cuaca serta sangat dikendalikan dan dimonopoli oleh industri tembakau.
Berdasarkan penelitian tersebut, ada sekitar 33,7 persen mantan petani tembakau yang lebih berhasil ketika menjalani bisnis tanaman lain. Proporsi yang signifikan dari petani tembakau saat ini, menunjukan adanya untuk beralih ke pertanian nontembakau.
Peneliti MTCC, Awang Darumurti memaparkan, penelitian tersebut setidaknya menghasilkan dua rekomendasi bagi pemerintah Indonesia. Menurutnya, pemerintah Indonesia harus membuat peraturan tentang pengendalian tembakau yang kuat dan menyetujui kerangka konvensi organisasi kesehatan dunia tentang pengendalian tembakau (WHO FCTC).
“Pemerintah daerah dan pusat harus mendukung dan memberi bantuan kepada mantan petani tembakau yang sudah beralih tanam, serta memfasilitasi petani tembakau untuk beralih ke tanaman lain yang menguntungkan,” kata Awang.
Awang menambahkan, survei yang dilakukan tim peneliti MTCC ini tak lepas karena konsumsi tembakau merupakan penyebab utama penyakit dan kematian dini di Indonesia. Tidak adanya aturan yang tegas tentang merokok, membuat 36,1 persen orang dewasa saat ini mengkonsumsi tembakau.