Jumat 23 Oct 2015 13:25 WIB

Pengamat: Kebiri tak Berlandasan Yuridis

Rep: Amri Amrullah/ Red: Indah Wulandari
Ahli hukum pidana UMJ Chairul Huda memberikan keterangan saat lanjutan sidang lanjutan dugaan suap kasus proyek Hambalang dengan terdakwa Mantan Ketua DPP Demokrat Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/9).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Ahli hukum pidana UMJ Chairul Huda memberikan keterangan saat lanjutan sidang lanjutan dugaan suap kasus proyek Hambalang dengan terdakwa Mantan Ketua DPP Demokrat Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/9).(Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda menilai hukuman kebiri itu tidak memiliki landasan yuridis yang jelas.

 

"Kebiri yang memutus syaraf libido itu melanggar harkat dan martabat manusia. Karena menghukum atas potensi kejahatan yang akan datang, bukan kejahatan yang dilakukannya," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (22/10).

 

Menurutnya, pelaku kejahatan seksual pada anak atau pedofilia pasti telah mendapatkan hukuman pidana atas kejahatannya. Bila dilanjutkan dengan mengebiri karena potensi kejahatan di kemudian hari, justru ada kesan menghukum orang bukan karena kesalahan yang diperbuatnya.

 

"Tidak ada landasan yuridis, menghukum atas kejahatan-kejahatan lain yang belum dia lakukan," terangnya.

Bagi dia, pelaku pedofilia itu sama halnya dengan kelainan seksual lain seperti homoseksual dan biseksual, yang seharusnya mendapatkan bantuan penyembuhan secara medis dan psikis, bukan kemudian divonis seumur hidup dicabut kehidupan syahwatnya.

 

Pemerintah sebelumnya berencana menerapkan hukum kebiri atau kastrasi bagi pelaku pedofilia dan kejahatan kekerasan seksual pada anak. Wacana penerapan hukum kebiri tersebut sedang dirumuskan agar dapat menghindari efek negatif jangka panjang dari pelaku pedofilia di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement