REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rencana pemberian hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dikhawatirkan akan sulit dalam proses eksekusi. Kebiri yang dilakukan lewat penyuntikan tentunya harus dilakukan oleh tenaga medis dalam hal ini dokter. Kebiri tidak mungkin dilakukan oleh orang yang bukan dokter.
“Permasalahannya adalah dokter terikat dengan kode etik kedokteran dimana mereka tidak sembarangan untuk bisa mendisfungsikan organ tubuh manusia,” kata Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (22/10).
Dokter, kata Saleh bertugas untuk membantu merawat dan menyehatkan manusia. Apabila perdebatan ini tidak diselesaikan sebelum perpu kebiri disahkan, dikhawatirkan pemberian hukum malah akan tidak efektif. Ditambah lagi, hukuman kebiri belum tentu memberikan efek jera bagi pelaku.
“Perlu diingat, kekerasan seksual tidak selamanya menggunakan alat kelamin. Kemudian kalau pelakunya perempuan bagaimana,” ucapnya.
Dia mengatakan dalam banyak penelitian menunjukkan kekerasan seskual terhadap anak banyak terjadi pada lingkungan rumah sehingga pemberlakuan perpu harus komprehensif. Artinya, dalam memberlakukan UU harus lewat kajian komprehensif.
“Kebetulan saja yang terbongkar adalah yang dilakukan oleh orang luar. Saya rasa ini harus dipikirkan ulang pemberatan hukuman seperti ini,” kata Saleh.