Jumat 23 Oct 2015 04:00 WIB

Evakuasi Bencana Asap Hanya Dilakukan untuk Kelompok Rentan

Rep: C05/ Red: Nur Aini
Sejumlah ibu bermain dengan bayinya di ruang Posko Evakuasi Balita terdampak kabut asap di aula Kantor Wali Kota Pekanbaru, di Pekanbaru, Riau, Rabu (7/10).
Foto: ANTARA FOTO/Rony Muharrman
Sejumlah ibu bermain dengan bayinya di ruang Posko Evakuasi Balita terdampak kabut asap di aula Kantor Wali Kota Pekanbaru, di Pekanbaru, Riau, Rabu (7/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek menyatakan pihaknya sudah melakukan upaya evakuasi warga terkait bencana asap bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat.

"Jadi evakuasi ini sifatnya macam-macam. Bukan berarti kita pindahkan seluruh penduduk dari satu kota ke tempat lain," ujarnya saat konferensi pers di Kantor Kemenkes, Kamis (22/10).

Ia menilai pemindahan seluruh warga mustahil dilakukan.  Sehingga, evakuasi yang dilakukan hanya bersifat bantuan medis dengan target bayi, balita, orangtua dan juga penderita gangguan pernafasan. Mereka semua dibantu agar mendapatkan akses udara yang bersih dan segar.

"Sekarang kita mendorong pemda setempat membangun shelter dan posko kesehatan, juga menyerukan pengaktifan puskesmas agar buka selama 24 jam," jelasnya. Nila menyatakan seruan dilakukan dalam bentuk surat edaran kepada masing masing daerah.

Di shelter dan posko kesehatan nantinya akan ada bermacam fasilitas, yakni mulai dari air conditioner (AC) dan penjernih udara. Tempat tersebut juga disediakan tabung oksigen.

Saat ini, ungkapnya,  ada 15 shelter yang terdapat di Palangkaraya Kalteng. Adapun untuk shelter di tempat lain ia mengaku belum mendata secara detail.

Shelter tersebut menggunakan berbagai fasilitas. "Di Riau ada yang memanfaatkan stadion. Kalau di Palangkaraya malah memanfaatkan rumah singgah milik dinas sosial setempat," jelasnya.

Upaya lain terkait penanganan bencana asap adalah monitoring berkala Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di mana pemda setempat wajib memperbarui nilai ISPU setiap 24 jam.

"Kami dari Kemenkes mengakui tak bisa memonitor terus menerus kondisi di lapangan. Sekarang yang menjadi ujung tombak adalah pemda," jelasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement