Rabu 21 Oct 2015 20:27 WIB

Lutfi Muntah, Demam dan Kejang Sebelum Meninggal

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Andi Nur Aminah
Pihak keluarga menunjukan hasil rontgen almarhum Ramadhani Luthfi Aerli yang diduga meninggal akibat dampak kabut asap di Kota Pekanbaru, Riau, Rabu (21/10).
Foto: Antara/FB Anggoro
Pihak keluarga menunjukan hasil rontgen almarhum Ramadhani Luthfi Aerli yang diduga meninggal akibat dampak kabut asap di Kota Pekanbaru, Riau, Rabu (21/10).

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANABRU -- Ramadhan Lutfi Aerli (9 tahun), warga Jalan Pangeran Hidayat, Pekanbaru, Riau menjadi salah satu bocah malang yang harus sekarat dan meregang nyawa akibat kabut asap. Lutfi menghembuskan nafasnya setelah sempat dirawat tak lebih dari 24 jam di RS Santa Maria, Kota Pekanbaru.

Ayah korban, Eri Wirya (46 tahun) mengatakan tidak tahu pasti apakah Lutfi meninggal akibat paparan kabut asap atau bukan. "Kalau kabut di Pekanbaru sudah luar biasa. Level berbahaya," jelasnya.

(Baca Juga: Bocah 9 Tahun Meninggal, Gumpalan Asap Ditemukan dalam Paru-parunya)

Eri menjelaskan, kejadian bermula pada Senin (19/10) lalu. Biasanya, Lutfi pulang sekolah pukul 16.00 WIB. Namun, karena kabut asap yang tebal, sekolah memulangkan siswanya lebih cepat yakni pukul 12.00 WIB. Pihak sekolah juga mengatakan, pada Selasa (20/10), sekolah kembali diliburkan.

Kemudian pada Selasa, Lutfi bangun pukul 10.00 WIB. Ia kemudian bermain-main dengan adiknya. Tak lama Lutfi tidur kembali dan baru terbangun pada pukul 12.00 WIB lewat. Karena merasa kurang enak badan, ia kemudian meminta obat kepada ibundanya.

"Belikan obat, badan Ufi (Lutfi) panas," kata Eri menirukan ucapan almarhum.

Eri langsung memegang leher anaknya yang ternyata memang sangat panas. Namun Lutfi kembali tidur hingga pukul 18.00 WIB.

Menurut Eri, dia sempat meminta istrinya membelikan Lutfi nasi goreng yang pedas atas pemintaan sang bocah. Meskipun sedikit heran karena selama ini Lutfi tidak pernah minta makanan yang pedas karena dia tidak suka.

Lutfi pun hanya makan sekira empat hingga lima sendok nasi goreng yang dibeli ibunya. Tak lama kemudian, dia tertidur lagi.

Sekitar pukul 23.00 WIB, Eri menemukan Lutfi dalam kondisi muntah di kamarnya. Saat itu, ibunda Lutfi kembali menawarkan makan untuk anaknya. Namun, Lutfi menolak dan hanya diam saja.

Lutfi terus-terusan mengalami muntah namun yang keluar hanya air semua. Kondisi tubuh Lutfi pun panas tinggi dan kejang.

Akhirnya keluarga memutuskan membawa Lutfi ke RS Santa Maria pukul 00.30 WIB. Di ruang ICU, dokter langsung melakukan tindakan medis.

"Saya tidak tahan melihatnya. Pukul 03.20 WIB, saya lihat meteran detak jantung sudah ada nol, sudah ada yang hilang timbul. Pernafasan sudah dibantu pakai alat pembantu nafas, pakai gelembung. Ditekan dadanya pakai tangan. Saya melihat dia menangis. Saya tidak tahan, saya keluar," tutur pria yang berprofesi sebagai pedagang itu.

Pukul 04.00 WIB, Eri kembali masuk melihat anaknya. Namun, saat itu ia menemukan anaknya sudah dalam kondisi tidak bernyawa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement