REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menempatkan desa sebagai sumbu utama kedaulatan pangan dan energi bukanlah sesuatu yang berlebihan. Pasalnya, desa merupakan penyedia utama sumber-sumber pokok pangan nasional. Potensi pengembangan pertanian di desa jauh lebih besar dibandingkan wilyah perkotaan. Apalagi, lahan pertanian dan sumber daya manusia mayoritas berada di desa.
“Komoditas pertanian yang dihasilkan oleh desa merupakan sumber bahan baku utama dalam industri pengolahan makanan dan energi baru ramah lingkungan. Misalnya pengembangan saripati singkong menjadi ethanol, minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel, dan lain-lain,” ujar Menteri Desa PDTT Marwan Jafar ketika mengisi seminar nasional di UIN Syarif Hidayatullah dalam siaran pers, Jakarta, (21/10).
Menurut dia, tingkat pertumbuhan penduduk yang timpang antara kota dan desa menjadi masalah. Pertumbuhan penduduk perkotaan mencapai 2,18 persen per tahun lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 1 persen per tahun. Sedangkan pertumbuhan penduduk di perdesaan menurun sebesar 0,64 persen.
Data itu menunjukkan bahwa angka urbanisasi penduduk desa ke kota cenderung meningkat. Angka urbanisasi yang tinggi tentu semakin mengurangi angka angkatan kerja di desa dan berkurangnya angkatan kerja di desa tentu semakin mengurangi angka produktivitas hasil pertanian, mengingat 83 persen penduduk desa bekerja sebagai petani.
“Selain itu, desa juga mengalami keterbatasan dalam penyediaan sarana prasarana produksi, teknologi pertanian, dan keterampilan petani di desa,” ujar Marwan.
Melihat peluang dan tantangan itu, Marwan mengingatkan bahwa pemerintah Jokowi-JK sudah menetapkan paradigma pembangunan desa, yakni dari membangun desa menjadi desa membangun. Hal itu merupakan cara pandang pembangunan yang menempatkan desa dan masyarakat desa sebagai titik sentral pembangunan.