Selasa 20 Oct 2015 16:24 WIB

Peneliti: Pemerintah Harus Perbaiki Tata Guna Lahan

Sejumlah pekerja PT Bumi Andalas Permai berusaha memadamkan api yang membakar lahan gambut milik Perusahaan tersebut di Districk Air Sugihan, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel. Kemis (15/10).
Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Sejumlah pekerja PT Bumi Andalas Permai berusaha memadamkan api yang membakar lahan gambut milik Perusahaan tersebut di Districk Air Sugihan, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel. Kemis (15/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah didesak harus memperbaiki tata guna lahan untuk mencegah kebakaran terjadi lagi.

“Sebenarnya aturannya sudah jelas bahwa lahan gambut yang lebih dari tiga meter tidak boleh dibudidayakan karena akan menjadi sangat kering dengan adanya El Nino yang sering saat ini sehingga mudah terbakar. Hutan yang sudah kritis logisnya, ya dipulihkan, bukan dipaksa agar jadi produktif,” kata peneliti World Resources Institute (WRI) Indonesia Andika Putraditama, Selasa (20/10).

Ia menjelaskan perbaikan tata guna hutan sangat diperlukan terutama hutan alam primer atau lahan gambut yang terbakar saat ini.

Untuk itu, pemerintah harus menetapkan lahan gambut yang terbakar menjadi areal terlarang untuk dimanfaatkan alias dijadikan areal peruntukan lain (APL). Dengan pendekatan seperti ini, insentif pembakaran hutan untuk membuka lahan menjadi hilang.

 

Selama ini, ujarnya, salah satu modus mengubah hutan menjadi areal peruntukan lain adalah dengan cara dirusak dan atau dianeksasi menjadi permukiman. Dengan begitu, izin APL lebih mudah didapat. Cara lainnya, perusahaan mendapatkan izin dahulu. Setelah mendapat izin, pembukaan lahan dilakukan dengan tetap dibakar.

 

“Pemerintah harus serius untuk menerapkan aturan yang sudah ada sehingga akal-akal perusahaan bisa dideteksi,” tegasnya.

Peneliti gambut Universitas Riau Haris Gunawan juga menegaskan, saat ini hutan atau lahan yang belum tergarap sangat rentan mengalami kebakaran seiring El Nino yang berkepanjangan.

 

Lahan gambut di wilayah Sumatera dan Kalimantan kini mudah terbakar karena maraknya konversi lahan. Bentang alam gambut berubah. Area gambut dengan biodiversitas beragam dan basah disulap menjadi area perkebunan dengan satu jenis tanaman dan dikanalisasi untuk mendukung budidaya. Akibatnya, gambut kering dan mudah terbakar.

 

Untuk itu, solusi jangka pendeknya, areal konsesi yang bermasalah sebaiknya ditangguhkan pemanfaatannya selama jangka waktu tertentu. Jika hendak memanfaatkan, perusahaan harus melaporkan terlebih dahulu sebelum diolah.

 

“Jadi, kalau mereka membakar, sangat mudah untuk diketahui atau dibuktikan. Sebaliknya, jika terkena pembakaran, juga tidak bisa dimanfaatkan karena terkena aturan tadi, harus dipulihkan. Kebakaran hutan yang telah berlangsung selama dua minggu terakhir harus sekali lagi menjadi momentum memperbaiki tata kelola hutan dan gambut,” kata Haris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement