REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun ini menggelar pelatihan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum di Provinsi Bali. Hal tersebut dilakukan untuk mendorong percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi melalui sinergi di antara aparat penegak hukum.
“Ada banyak kendala dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi dan pengembalian kerugian keuangan negara, khususnya di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB),” ujar Ketua KPK Taufiequrachman Ruki di Sanur, Denpasar, Senin (19/10).
Pelatihan ini diikuti sekitar 180 peserta dari berbagai institusi di Bali. Mereka adalah penyidik kepolisian daerah, penyidik dan jaksa penuntut umum kejaksaan tinggi, auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP).
Banyak pihak, kata Ruki menilai pemberantasan korupsi belum optimal. Karena itu Ruki menilai fungsi mekanisme pemicu (trigger mechanism) yang dimiliki KPK akan mendorong percepatan penanganan kasus korupsi di level kepolisian dan kejaksaan, mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan.
Ruki mencontohkan, penyidik Polri saat ini tidak ada lagi mengeluhkan P19 atau pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi. Sebelumnya KPK masih menemui kendala dalam komunikasi dengan kepolisian, kejaksaan, BPK, dan BPKP.
Ini adalah tahun ketika lembaga antirasuah ini menggelar kegiatan serupa. Selain Bali, kegiatan ini juga diadakan di Pekanbaru dan Manado. Tahun lalu, KPK menggelarnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku Utara, dan Kalimantan Selatan.