REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Masyarakat Pondok Pesantren KH Hafidz Taftazani mengatakan, dengan penetapan 22 Oktober mulai 2015 sebagai Hari Santri Nasional sejatinya merupakan pengakuan pemerintah akan eksistensi bahwa santri memberi sumbangan besar dalam memerdekakan negeri ini.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada pemerintah, khususnya kepada Presiden Joko Widodo, yang telah memberi pengakuan eksistensi para santri di negeri ini," kata Hafidz kepada Antara melalui telepon di Jakarta, Senin (19/10).
Sejarah memang tak pernah bohong. Hal ini terbaca terus oleh satu generasi dan menyambung kepada generasi berikutnya walaupun dalam perjalanannya ada yang berupaya menutupi. "Toh, akhirnya ada pengakuan. Hal ini tentu sangat luar biasa," kata Hafidz.
Pemerintah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan tersebut berdasarkan atas Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Keppres tentang penetapan hari santri tersebut tertanggal 15 Oktober 2015.
Menurut Hafirdz, masyarakat pondok pesantren sebagai wadah dari para santri yang telah menyelesaikan pendidikan di institusi Islam, kini jumlahnya jutaan orang. Ia melihat bahwa secara kuantitas merupakan potensi besar jika diberdayakan.
Namun ia mengakui di sisi lain tidak semua santri yang telah menyelesaikan pendidikan lantas dapat memerdekakan dirinya dari berbagai persoalan. Khususnya terkait dengan kemampuan ekonominya, karena tidak semua santri punya keahlian di bidang wirausaha.
"Banyak di antara mereka ekonominya masih morat-marit. Itu juga menjadi bagian dari semua pihak untuk meningkatkan derajat mereka," harapnya.
Dengan momentum hari santri, lanjut dia, semua pihak harus membuka diri bahwa ke depan ada tugas menanti untuk meningkatkan kesejahteraan santri melalui pemberdayaan-pemberdayaan ekonomi. Para pemangku pengambil keputusan di negeri ini harus bisa mendorong tenaga santri dapat diberdayakan sesuai kemampuannya.
"Khususnya, dengan membuat regulasi, sehingga sumber daya manusia yang ada dapat dioptimalkan," katanya.
Dia memberi contoh, menempatkan tenaga santri di sejumlah masjid. Juga dapat mendorong pengurus masjid sebagai kegiatan ekonomi. Sementara sejumlah pondok pesantren yang masih minim dukungan fasilitasnya dapat segera dibantu dengan alokasi dana APBD ataupun APBN.
"Kita berharap ada upaya memakmurkan masjid. Dengan demikian santri dapat sejahtera, meraih kemerdekaan sebagaimana para pendahulunya," ungkap Hafidz.