REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kementerian Agama (Kemenag) menghargai keputusan PP Muhammdiyah yang tidak menyetujui dengan penetapan hari santri nasional (HSN). Direktur Diniyah pondok pesantren Kementerian Agama Mohsen mengatakan penetapan hari santri bukan dimaksudkan untuk menimbulkan polarisasi santri dan non santri.
Dijelaskannya, keputusan soal HSN adalah agar negara hadir dan memberikan perhatian terhadap santri dan pesantren. "Negara harus memberikan perhatian terhadap pengembangan pendidikan pesantren dan santri. Jadi masyarakat dan pemerintah bersama sama memberikan perhatian pada pesntren dan santri. Termasuk juga perhatian dalam hal anggaran. Kita sudah sampaikan sikap, tujuan dan apa yang diharapkan dari penetapan hari santri kepada muhammadiyah," ujar Mohsen kepada Republika.co.id, Ahad (18/10).
Dari awal proses penetapan hari santri, kata dia, Muhammadiyah selalu diikutsertakan. Bahkan pada saat FGD yang dihadiri sekum Muhammadiyah era kepemimpinan Din Syamsuddin, Muhammadiyah mengaku sangat menghargai soal penetapan hari santri dan tidak mempermaslahkannya.
Hanya saja, lanjut dia, Muhammadiyah mengusulkan agar tidak ada kepentingan politik dalam proses penetapan hari santri. Dan meminta agar definisi terminologi santri diperluas. "Dan usulan Muhammadiyah ini sudah kita penuhi dan akomodir," katanya.
Ia melanjutkan, sikap Muhammadiyah yang mengkhawatirkan adanya polarisasi santri dan nonsantri membuat semua pihak akan ikut menjaga kehati-hatiannya, sehingga hal tersebut tidak terjadi. Kekhawatiran muhammadiyah tersebut artinya meningkatkan kewaspadaan semua pihak.
Namun, menurut Mohsen, apa yang dikhawatirkan Muhammadiyah tersebut tidak akan terjadi. Pasalnya, pesantren tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Karena roh dari pesantren yakni masyarakat.
Selain itu, penetapan hari santri bukan dimaksudkan untuk membuat santri merasa ekslusif. Tetapi untuk memberikan penguatan terhadap negara agar mengakui dedikasi dari santri dan ulamanya.