Sabtu 17 Oct 2015 21:41 WIB

Forum Umat Islam Aceh Singkil Optimistis Kesepakatan Damai Tercapai

Rep: c14/ Red: Muhammad Subarkah
Aparat Kepolisian dan TNI berjaga di lokasi pasca kerusuhan di Desa Suka Makmur, Kec Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, Rabu (14/10)
Foto: Antara/Moonstar Simanjuntak
Aparat Kepolisian dan TNI berjaga di lokasi pasca kerusuhan di Desa Suka Makmur, Kec Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, Rabu (14/10)

REPUBLIKA.CO.ID, ACEH SINGKIL -- Insiden pembakaran undung-undung tempat ibadah umat Nasrani di Desa Suka Makmur, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil diharapkan berujung pada pemulihan perdamaian.

Hari ini (17/10), diadakan pertemuan tertutup antara Forum Umat Islam Aceh Singkil dan Kapolda Nangroe Aceh Darussalam (NAD) Irjen (Pol) Husein Hamidi serta Pangdam Iskandar Muda Mayjen Agus Kriswanto.

Lima jam lamanya, pertemuan yang bertempat di Kantor Kecamatan Gunung Meriah ini berlangsung cukup alot. Hal itu tampak dari dua kali jeda yang membuat TNI/Polda NAD melobi tokoh-tokoh Muslim anggota Forum secara personal dan tertutup pula dari media.

Sejumlah aparat Brimob dan kepolisian Aceh Singkil pun tampak berjaga-jaga mengamankan lokasi pertemuan. Mereka bersenjata api laras panjang atau pendek.

Baru pada pukul 16.30 WIB, pertemuan usai. Juru bicara Forum Umat Islam Aceh Singkil Ustad Hambalisyah Sinaga menyampaikan kepada awak media, pertemuan itu belum menghasilkan kesepakatan karena masih banyak hal yang perlu dirundingkan dengan pihak Nasrani.

Kemudian, menurut dia, nanti akan diadakan lagi musyawarah yang mengundang pihak Nasrani. Sehingga, dua umat beragama dapat duduk bersama dalam waktu dekat, dengan difasilitasi Polda NAD.

Hambalisyah menuturkan, sebelum adanya pertemuan hari ini, pihak Pangdam dan Kapolda Aceh Singkil sudah menjalin dialog dengan pihak kaum Nasrani Aceh Singkil.

Pertemuan kali ini merupakan kesempatan bagi kaum Muslimin untuk menyatakan aspirasi terkait insiden pembakaran gereja.

Menurut Hambalisyah, pokok tuntutan umat Islam Aceh Singkil hanyalah pada soal penertiban rumah ibadah ilegal. Tidak ada upaya intimidasi di Kabupaten Aceh Singkil dalam bentuk apa pun dari umat Islam terhadap kaum Musim.

Pihaknya kemudian ingin pemerintah Kabupaten Aceh Singkil melaksanakan hasil kesepakatan dari pertemuan tanggal 12 Oktober lalu, yang intinya agar melakukan pembongkaran terhadap 10 gereja dan undung-undung ilegal pada 19 Oktober nanti.

"Pokoknya kita buktikan ke dunia internasional bahwa Islam itu rahmatan lil 'alamin. Jangan dikira Islam nanti teroris, intoleransi. Itu jelas kita tolak," ucap Hambalisyah Siregar saat ditemui di kantor Kecamatan Gunung Meriah, Aceh Singkil, Sabtu (17/10).

Dia menjelaskan, persoalan pembangunan rumah-rumah ibadah liar di kabupaten tersebut sudah mengemuka sejak tahun 1979. Selama puluhan tahun pula, umat Islam Aceh Singkil terganggu, namun tetap mengutamakan pendekatan hukum.

"Muslim di Singkil ini selama ini sudah 36 tahun menjaga kedamaian itu. Saya sampaikan pada hari ini, Aceh Singkil Muslim setoleransi di dunia. Alasannya, kita (sudah) buktikan, 36 tahun (sejak) tahun 1979 sampai 2015. Toleransi itu sudah luar biasa," tutur dia.

Lantaran itu, dia menekankan, kehidupan sosial antara umat Islam dan Nasrani sejatinya berjalan biasa. Pembakaran rumah ibadah tersebut hanyalah bentuk frustrasi umat Islam atas lambannya kinerja pemerintah daerah dalam menindak tegas pendirian rumah ibadah liar.

"Persoalan umat Muslim dan Kristen itu tidak ada masalah. Artinya, pendirian bangunan ilegal itu saja yang dipersoalkan," papar dia.

Dia lantas heran, mengapa ada arus ribuan pengungsi asal Aceh Singkil yang bertolak ke wilayah Sumatera Utara. Padahal, yang menjadi sasaran kemarahan sekelompok Muslimin Aceh Singkil hanyalah bangunan gereja ilegal.

''Kebanyakan dari para pengungsi adalah orang-orang Nasrani. Dan, selama ini hubungan antarumat Islam dan Nasrani di Aceh Singkil berlangsung cukup harmonis, baik di desa lokasi pembakaran gereja maupun desa lokasi tewasnya korban dari pihak umat Islam,'' kata Hambalisyah.

Dari informasi yang dihimpun Republika dari pihak Forum Umat Islam Aceh Singkil, lokasi dibakarnya undung-undung  tempat ibadah ilegal milik kaum Nasrani bertempat di Desa Suka Makmur, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil.

Adapun lokasi tewasnya Syamsul bin Idal (25 tahun), salah satu anggota massa pembakar gereja, ialah di Desa Dangguran, Kecamatan Gunung Meriah, Aceh Singkil.

"Tidak ada (pengusiran). Mereka sendiri yang mengungsi. Tidak ada intimidasi dari kaum Muslimin," sambung Hambalisyah.

Menurut dia, harmonisnya hubungan Muslim-Nasrani di Aceh Singkil tampak ketika arus pengungsi dari Sumatera Utara mulai kembali ke Aceh Singkil. Itu setidaknya sejak Jumat lalu (16/10) terbukti tak terjadi konflik.

Namun, terkait tewasnya Syamsul bin Idal, Ustad Hambalisyah berharap, penanganan hukum terhadap pelaku dijalankan seadil-adilnya.

 
 
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement