Sabtu 17 Oct 2015 07:04 WIB
Salim Kancil

Setelah Kasus Salim Kancil Hanya 21 Penambang Pasir yang Dilegalkan

Rep: Andi Nurroni/ Red: Indah Wulandari
Lokasi penambangan pasir ilegal di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, Ahad (11/10).  (Republika/Wihdan)
Lokasi penambangan pasir ilegal di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, Ahad (11/10). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID,LUMAJANG -- Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menuntaskan evaluasi izin pertambangan di Kabupaten Lumajang. Evaluasi dilakukan menyusul tragedi tambang pasir berdarah di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian yang menjadi pemicu pembunuhan petani bernama Salim Kancil.

Kepala Bidang Pertambangan Umum dan Migas Dinas ESDM Jawa Timur Didik Agus Wijanarko menyampaikan, evaluasi yang dilakukan mencakup segi adminstrasi, teknis dan lapangan. Berdasarkan hasil evaluasi, menurut Didik, hanya 21 dari 61 pemilik izin yang direkomendasikan bisa melanjutkan kegiatan usaha mereka.

Ke-21 izin tersebut, menurut Didik, seluruhnya adalah pertambangan jenis mineral batuan, atau lebih spesifik berupa pertambangan pasir. Di Lumajang sendiri, menurut Didik, pertambangan jenis mineral logam telah tutup pascaberlakunya ketentuan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, yang mewajibkan perusahaan tambang memiliki pengolahan mineral.   

“Sebagai syarat, ke-21 pemilik izin harus memenuhi minimal dua kewajiban dari beberapa kewajiban. Pertama, (penambang) wajib memasang patok batas wilayah izin penambangan dan memasang papan nama. Kedua, menyerahkan formulir evaluasi pemegang izin tambang,” ujar Didik, Jumat (16/10).

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, menurut Didik, ditemukan sejumlah bentuk pelanggaran. Di antaranya adalah  pemegang izin menambang di luar wilayah izin usaha pertambangan (WIUP), penambangan dilakukan oleh masyarakat secara ilegal di atas WIUP resmi, serta penambangan dilakukan oleh masyarakat secara ilegal.

Pelanggaran lainnya,  penambang tidak melakukan kegiatan reklamasi, baik sebelum dan sesudah kegiatan penambangan berakhir, serta  pemegang izin tambang tidak mempunyai dokumen yang lengkap. Berdasarkan analisis berbagai pelanggaran itu, menurut Didik, sebagian besar izin pertambangan pasir dinyatakan tidak memenuhi syarat.

Ke-21 tambang pasir, menurut Didik, tersebar di beberapa kecamatan. Hal pasti, menurut Didik, seluruhnya berada di wilayah aliran sungai dan kantung lahar. “Untuk kawasan pesisir, sementara belum diizinkan,” ujar Didik.

Ia melanjutkan, pertambangan yang dievaluasi hanya pertambangan yang memiliki izin. Untuk pertambangan ilegal sendiri, menurut dia, pihaknya menyerahkan kepada aparat penegak hukum karena hal tersebut termasuk ranah pidana.

Didik menyampaikan, ke-21 pemegang izin bisa sesegera mungkin menjalankan usahanya begitu selesai menuntaskan persyaratan. Menurut dia, pihak Dinas ESDM Jawa Timur dan Pemkab Lumajang berkomitmen untuk mempercepat proses perizinan.

Ia mengakui, sejauh ini, telah ada sejumlah keluhan, termasuk dari para pengembang yang mengerjakan proyek-proyek infrastruktur pemerintah, terkait kelangkaan pasir. 

Bupati Lumajang As’at Malik berharap, upaya pembenahan perizinan dan tata kelola pertambangan pasir di Lumajang didukung oleh semua pihak, termasuk masyarakat. “Kalau suatu wilayah dilarang untuk ditambang, yang tradisional pun tidak boleh,” ujar dia.

Sugito, satu dari 21 pemilik izin tambang yang mendapat izin mennyampaikan dukungannya atas kebijakan tersebut. “Karena ini undang-undang pemerintah, kita siap menjalankan,” ujar penambang di aliran sungai Kecamatan Pasru Jambe, Lumajang tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement