Jumat 16 Oct 2015 23:44 WIB

FSPMI Bekasi Tolak Formulasi Upah Buruh di RPP

Rep: C37/ Red: Bayu Hermawan
buruh pabrik
Foto: Republika.co.id
buruh pabrik

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Rancangan peraturan pemerintah mengenai pengupahan yang merupakan paket kebijakan ekonomi keempat Presiden Jokowi, ditolak oleh Forum Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupaten Bekasi.

Ketua FSPMI Kab. Bekasi Obon Tabroni menilai bahwa formulasi pengupahan yang ditetapkan oleh pemerintah masih belum memenuhi standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di Kabupaten Bekasi.

Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan pada Kamis (15/10) lalu, formulasi kenaikan upah minimum tahun depan adalah hasil dari upah minimum provinsi (UMP) tahun berjalan ditambah hasil perkalian UMP tahun yang sama dengan persentase tingkat inflasi ditambah dengan pertumbuhan ekonomi. Menurut Obon, formulasi tersebut tidak sesuai dengan kondisi ekonomi yang ada saat ini.

"Kenaikan upah dengan formulasi (rumusan) dengan kondisi yang sekarang dengan upah dan kebutuhan ekonomi bisa dipastikan kenaikan upah tidak akan lebih dari 10 persen. Jauh dari kebutuhan real kita yang ada," ujarnya saat dihubungi Republika, Jumat (16/10).

Obon menuturkan, alasan ia menolak rumusan yang dikeluarkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah yang akan segera disahkan itu karena tidak terdapat perhitungan KHL. Selain itu, ia juga tidak setuju apabila pemerintah mengesahkan formulasi perhitungan upah tersebut tanpa adanya negosiasi terlebih dahulu dengan para buruh.

"Dengan rumusan tadi, maka tidak ada yang namanya KHL. Meskipun pemerintah bilang ada KHL, nah nyimpennya KHL itu dimana? Karena pakai rumus kan otomatis kembali ke KHL kan. Itu hanya pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Lalu tidak ada proses negosiasi disitu. Gimana mau ada proses negosisasi kalau sudah ada rumus. Ya dari kaitan itu, jadi kita menolak," jelasnya.

Apabila dihitung KHL di Kab. Bekasi, menurut Obon, kenaikan upah harusnya menjadi sekitar 30 persen. Namun, lanjut Obon, yang ditolak oleh para buruh bukan hanya masalah jumlah kenaikan, tetapi mekanisme kenaikan upah tersebut.

"Kita inginnya sekitar 30 persenan, dari perhitungan KHL. Tetapi yang kita tolak bukan hanya karena tadi, tapi mekanisme kenaikan upah jadi mutlak kewenangan dari pemerintah, dan jauh dari realitas yang ada," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement